Nah, adakah kau telah telanjur menyusur jauh ke dalam
Lurung gua yang kau gali dengan kelingkingmu sendiri
Yang mulutnya kini berkubur guguran batu
Yang runtuh dan kau tak bisa lagi berpaling kembali
Barangkali di depanmu sekarang
Tegak menghadang naga dengan sembilan kepala
Dan delapan belas matanya merah saga
Mencorong nyala dalam kegelapan
Nafasmu terengah kudengar
Mungkin kini engkau tengah terbelit
Dalam lilitannya; sisiknya yang ungu
Keras dan kasar melendat kulitmu
Nah, aku tentu tak masuk membantu
Karena mulut gua yang tertutup rapat
Oleh tumpukan batu gunung itu
Sungguh tidak mampu kutembus
Semoga kau masih sempat ingat
Menusukkan kedua telunjukmu ke mata
Dari kepala yang kelima itu
Dan sekaligus menaklukkannya
Atau mungkin dadamu akhirnya pecah
Dan belulangmu keburu retak
Sebelum taring-taringnya mengerkah kepalamu
Dan cakar-cakarnya mencabik tubuhmu jadi serpihan
Nah, jika itu yang terjadi
Aku hanya akan menunggumu membuka mata
Barangkali juga menyodorkan segelas air dingin
Serta menyeka keringat keningmu dengan setangan ini
Berulang kali untuk menenangkanmu
Akan kubisikkan: cuma mimpi, cuma mimpi
Dan kamu bukan sendiri: lima milyar pasang mata
Saat ini juga masih sedang bermimpi tentang dunia
.....yang hadir mengisi di antara dua kesunyian--kelahiran dan kematian..... (An Indonesian poems corner ; the poet : Hendragunawan)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
SAJAK JALAN PAGI BERSAMA
Pagi seputih seragam baru dan sesegar rambut basah para bocah ketika kita berjalan menyusur tembok yang mengendapkan waktu di perkampu...
-
STOPPING BY WOODS ON A SNOWY EVENING Whose woods these are I think I know. His house is in the village though; He will not see me stopping h...
-
PEREMPUAN 1. Beri aku cermin kaca yang rata tak retak atau telaga bening yang tenang airnya atau genangan embun di telapak tangan bunga...
No comments:
Post a Comment