ZIARAH KOTA
di dalam gedung mall yang megah
kita berduyun-duyun berziarah
khusyuk menelusuri lantai demi lantai
yang bersusun mengelilingi atrium kekosongan
mencari ketenangan di tengah genangan benda
menggapai kedamaian di pusat keramaian massa
mengejar kepuasan di atas reruntuhan putus asa
dalam kepungan tata cahaya dan suara memperdaya
mengikuti arus putaran tawaf
berdebaran dada, bergetaran seluruh saraf
kita takjub memandang ke arah luar, ke tepi
karena di dalam, pada inti, hanya hampa sepi
di sekeliling lingkaran luar ada etalase gemerlapan
sedangkan ditengah adalah susunan kehampaan
tetapi dahaga jiwa hanya terpenuhi oleh yang Jiwa
dapatkah sesamudera air laut memupus haus kita?
ESCAPE FROM WONDERLAND
Desember menggambar sebuah kota pada temaram matanya :
matahari pudar berteman berkas bianglala yang sebentar hilangtak berbekas, lembar langit kuyup, lampu-lampu redup,jalan terkapar basah, dan patung taman yang gemetar.
Sendirian di sebuah kota yang dikepung mendungadalah nyeri yang paling ngeri, adalah piluyang paling ngilu. Begitu merintik bisik hujan. Bocah di dalam dadanya meringkukterisak tersedu didesak rindu kepada ibu.
Ibu yang tahu bagaimana melipur duka mengubur luka.
Tetapi seperti pelangi jejak ibu tak terlacak lagisejak para lelaki berseragam menghunus sangkurdan meringkus keharuan dengan geram.
Belantara plaza, balaikota, lantai bursa,
dan kawasan industri serta niaga
telah berkomplot menyembunyikannya.
Belum lagi orang-orang tanpa kepala
yang hanya dengan bekal kepalan menyita buku-buku.Dan di halaman peta parawisata,
huruf-huruf namanya diacak berhamburan
tinggal serakan aksara tak bermakna.
“Ibu, ibu, dimanakah kamu 1.000 tahun dicari tak ketemu setiap wanita kusangka ibu setiap kali pula aku tertipu…”
Malamnya, bulan ditelan papan iklan dan kota menjelmajadi catwalk yang sangat panjang dan lebar.
Di atasnya melayang perempuan-perempuan
berambut aneka warna
melengganglenggokkan tubuh ranum mereka
mengikuti dentum musiktak putus-putusnya membius
menebar debar dan harum parfum
dalam siraman cahaya blitz yang tak habis-habis.Kelenjar hormon berkelejat menggeletar,testosteron muncrat deras memancar.
“Kita tak lagi menduga-duga kini surga telah tercipta sekarang juga di sini selamat datang, inilah parade karnaval kekal kami,
inilah lapangan komidi putar yang abadi !”
Begitu lantang pekik sang Pemandu Acara
lewat jaringan tata suara kota.Iapun meradang, iapun mengerang.
Menjelang pukul nolnol ia terhuyung di trotoardengan tubuh mengepulkan uap alkohol. Melangkah tersurukmasuk ke dalam taman kota, di antara pasangan-pasangan isengyang sedang asyik saling menggelayut gemas dan memagut ganasdi sudut-sudut gelap. Hingga akhirnya, ia tersungkur mabuk,terpuruk di tumpukan kondom bekas beraroma nenasdan celana dalam renda warna merah menyala dengan bau khas.
Dari nglindur tidurnya lirih meluncur lagu keluhnya :
“Tuhan, beri aku Eva lagi
beri aku khuldi lagi juga beri ular itu lagi biar aku terusir kembali…”
CATATAN DARI BANDUNG INDAH PLAZA
1. Plaza
Tuhan adalah barang dagangan
yang dipajang indah pada etalase megastore mentereng
dalam interior berselera tinggi
bersimbah aneka cahaya mempesona.
Yang nabinya adalah para ahli strategi pemasaran,
khutbahnya iklan warna-warni,
dan kitab sucinya katalog produk baru dalam cetakan mewah.
Yang tanah ziarahnya adalah pusat perbelanjaan dunia,
rumah ibadahnya mal dan plaza,
sembahyangnya belanja
dan para malaikat serta bidadarinya
adalah armada wiraniaga yang gagah memikat dan cantik seksi.
Lihat lihat lihat
saban malam kita berduyun-duyun menyesaki rumah ibadahnya.
Dengan khusuk dan khidmat bertransaksi
Sembari berulang-ulang penuh takzim melapalkan syahadat :
“Aku adalah yang aku punya karenanya aku belanja agar aku adaAku adalah yang aku punya karenanya aku belanja agar aku adaAku adalah …””
Dan dengan dalih demi pelayanan untuk kepuasan pelanggan
para pemilik modal dan pengelola industri terus berkomplot
selalu merancang tuhan-tuhan baru
mengalirkannya dari ruang-ruang pabrik mereka
membanjiri pasar.
Agar daur hidup produk terjaga abadi
mengatasi tempat dan waktu.
Dan demi menjaga
pertumbuhan nilai saham mereka di lantai bursa.
2. Di Tempat Permainan Dindong
Di tengah-tengah hiruk denging monitor dan gemirincing koin
dengan khusuk anak-anak menikmati pelajarannya, menyimak permainannya:
Bahwa prestasi dan kemenangan hanya dapat diraih
dari tubuh lawan yang tercabik-cabik dan darah bermuncratan
Dalam tata warna dan suara yang fantastik,
rangkaian pembantaian jadi begitu artistik menawan hati
Tanpa pertimbangan matang selain refleks naluri murni
Tanpa tuntutan tanggung jawab dan penyesalan yang mengikuti
Sementara itu,
berdiri di belakang mereka,
para orang tua dengan wajah penuh cinta dan sumringah bangga
memberi semangat dan arahan kepada anak-anaknya.
WC DAN WTC
1.
betapapun megah pasar mimbarnya setan
betapapun mewah kakus ranjangnya setan
begitulah kita telah diajarkan
begitu pula kusaksikan
2.
makan dan keluarkan, kumpul dan hamburkan
kumpulkan makanan dan keluarkan berhamburan
inilah iman dan ideologi dari para hewan
antara pasar-kakus mereka berseliweran
MEDITASI DI ATRIUM MALL
sosok tinggi kurus semampai
roknya mini halus melambai
duhai siapakah engkau perempuan
puan hantu ataukah tuhan
SKETSA METROPOLITAN
1.
pada mulanya
adalah keluasan raya dan lanskap yang rata
lalu orang-orang datang membangun rumah dan pagar
menandai apa yang tak boleh kau masuki
menggaris jalan dan lorong
menandai mana yang harus kau lalui
lalu membubuhkan rambu dan lampu
untuk menjaga aturan ini aturan itu
kaupun berjalan terhuyung
seperti seekor tikus putih dalam labirin
di kirikanan berdiri barisan cemerlang mal dan plaza,
dengan atrium, menara menjulang, dan tangga terpilin
dengan sulur dan belalai yang siap membelit
melilitmu dengan yang maya memperdaya
2.
namun lihatlah, disepanjang sayatan-sayatan jalan
tegak pohon-pohon kekar dengan akar-akar perkasa
mereka menantang rencana tatakota
mendobrak trotoar begitu digjaya
mengotori jalan dengan serakan ranting dan daun-daun kering
dan pedagang kaki lima dengan sembilan nyawa
menggelar dan menawarkan dagangan mereka
meski berkali dibongkar, berulang dibakar
mereka moksa lalu menjelma kembali
menjadi mimpi buruk bagi tibum
menjadi hantu momok bagi penguasa
menjadi kutu busuk yang lincah
menyusupi setelan jas calon investor
3.
demikianlah: di dalam taman buatan yang menjengkelkan
di tengah keindahan yang tertata membosankan
akan selalu bermunculan gairah dan daya kehidupan
kuntum-kuntum jamur, lelumut dan benalu
bekerja menghancurkan batu kelabu
melunakkan bebal kalbumu
DI KOTAKU
Kotaku belantara toko-toko raksasa
Terisi penuh segala ada di pasaraya
Semuanya tersedia, terpajang menggoda
Semuanya, kecuali uang di saku saya
DI RIMBA MAL
Di dalam labirin pusat belanja ini
engkau adalah tikus yang digiring
meski lelah dipaksa terus berjalan mengendus
melewati etalase demi etalase, harus melihat
dan mencatat belantara benda-benda.
Suara-suara berirama bergema,
wewangian bergulung menyebar,
dan warna-warna berpendar,
membuat terpana. Berapa lantai lagi
mesti ditempuh?
Tubuh-tubuh indah, harum, dan mahal
bagai hantu melayang-layang cepat
--dua senti di atas lantai mengilat--
membuatmu kepayang. Jimat leluhurmu,
masihkah mengalungi leher?
REPORTASE DARI MAL BARU
Pusat niaga telah berdiri tegak perkasa
Ia bahkan tega mengangkangi jalan raya
Pedestrian dan trotoar pun terbongkar
Jadi jalur parkir tempat taksi berjajar
Barisan pohonan habis hingga ke akar
Diganti tetiang lampion iklan berpijar
Yang bersinar menenung kala gelap jatuh
Namun di terang hari hanya diam acuh
Tak ada kini guguran kembang runtuh
Tak dapat lagi jadi naungan teduh
Tak bisa pula digurati pesan cinta
Hendra & Dara: bersama selamanya
SURAT CINTA UNTUK MAKASSAR
masih belum tidur, sayang?
ketika aku berjalan kaki
di sepanjang jalan ahmad yani
yang telah dibongkar trotoarnya
matamu yang nyalang menyorot-nyorot
bagai lampu menara penjara
sementara di wajahmu semut-semut besi berapi
merayap dan menderum mengepulkan asap dan debu
manisku, siapa namanya si walikota
yang telah berani menggunduli habis
pohon-pohon asam dan akasia di kedua bahumu?
keisengan atau kebodohankah yang telah meringankan tangannya?
siapa namanya si pengusaha
yang dengan bebal meruntuhkan rumah dan gedung belandamu,
menggantinya dengan mal dan gudang
dan bahkan ingin mendirikan asrama di lapanganmu?
aku pergi tidak begitu lama
dan ketika kembali aku terperangah
melihat engkau begitu jauh berubah
ular-ular aspal melilit tubuhmu
mal dan markas orang bersenjata
tumbuh memenuhi dadamu
sementara anak-anakmu
memaparkan pusar mereka
dan memamerkan belahan bokong
bercintaan di pojok angkutan kota
dan betapa mencekam,
ketika mendadak disekelilingku
bermunculan pasar dan plasa
timbul dari lubuk bumi
bagaikan para siluman raksasa
nongol membelah perut ibunya
lalu tumbuh sebagai raksasa tambun
dengan perut buncit dan punggung membungkuk
yang bangun terhuyung-huyung
sembari meraung minta makan
dan para liliput mengalir
datang dari setiap sudut-sudut kota
memasuki mulut mereka yang menganga lebar
dan menebarkan bau aneh
aih, aih, aih, sedihnya sayang,
keningmu berkerut merut
dan matamu keruh berkabut
jadi engkau juga harus ikut menjual diri
demi dolar dan rupiah
demi catatan prestasi pejabat
menggaet dana investasi
demi komisi dan promosi
demi masa jabatan kedua kali
sementara aku justru merasa
lebih aman dan nyaman
dengan kesederhanaanmu yang dulu?
lihatlah, aku berjalan kaki di ahmad yani
dengan perasaan takut serta asing
setelah daeng-daeng becak
yang dahulu mangkal di sini
sembari minum jerigen ballo dan main domino
telah digusur pergi
jalananmu ini bukan untukku lagi
percintaan kita telah jadi mimpi
sejak trotoarmu dicungkil pepohonanmu dicukur
jalan-jalan lama diperlebar dan jalan-jalan baru dibuka
sementara pejalan kaki dibiarkan
dicincang tajamnya panas mentari
dilumuri debu dan polutan
diintai sambaran maut dari semut-semut besi berapi
yang melaju angkuh dan perkasa
masih belum tidur, sayang?
berapa butir penenang yang mesti kau tenggak lagi
sebelum cemas dan gegasmu dapat reda dalam alun tidur
tatapanmu kian jauh dan tak acuh
seperti papan-papan iklan
yang megah tinggi tak tersentuh
mengangkangi si gila yang tersedu-sedu
duduk mencangkung dibawahnya
kau mungkin bahkan tak peduli
bahwa aku telah kembali
dan kehilangan kamu
aku menangis,
manisku
SAJAK KOTA-KOTA BESAR KITA
aku melihat kota-kota bertumbuh
seperti cendawan di atas sampah
menutupi kekumuhan kampung-kampungnya
menyembunyikan keacuhan para pengurusnya
tetapi jangan disalahkan jika pemimpinnya
lebih gemar menukar sekolah demi pasaraya,
menggusur sawah untuk lapangan golf,
dan mengganti taman dengan apartemen
serta lebih bersemangat mendekati investor
daripada mengurusi banjir dan kemacetan
karena mana ada sih sawah yang bisa dipungli
atau banjir ngasih uang jasa dan jatah komisi
bahkan benda dan tanda budaya dihancurkan
berganti dengan rongsokan selera rendah
tanah lapang tempat bermain hilang
berubah kakus bertarif lima ratus rupiah
merebut, mempertahankan, dan menikmati jabatan
inilah cita-cita luhur penguasa dan anggota dewan kota
kapling lahan, nikmati fasilitas, dan gerogoti anggaran
adalah program kerja utama yang paling pertama
sengit berdebat soal proyek dan pertanggungjawaban
lalu ketawa ketiwi saat melahap jatah konsumsi
sementara rakyatnya jungkir balik sendiri hampir mati
menyambung hidup, mengolah persoalan
atasan asyik mengurus bola dan kelab malam
para bawahan sibuk memeras masyarakat
sementara pejalan kaki kepanasan dan diincar maut
dan pengemudi mersi dimangsa di lampu merah
namun masih juga mereka terus ngoceh
tentang slogan-slogan yang dipaksakan dan aneh
saat di loket-loket pelayanan kita kesemutan berdiri
dan para staf menengadahkan tangan minta amplop
ya, kota terus bertumbuh
bermula dari kepala kosong pejabatnya
hingga akhirnya tak lagi dikenali
oleh warga penghuninya sendiri
tanpa identitas, tanpa wajah, tanpa karakter
terlepas dari masa lalu, tak jelas masa depannya
bahkan kota-kota kolonial dan primitif dahulu
lebih baik darinya
maka engkaupun melihat
lampu-lampu hias dipecahkan
rambu-rambu yang dicopot
dan kursi besi antik yang dicuri
dari manakah angan dan mimpi itu terlahir
dari khayalan sisa-sisa ilusi pil ekstasi pesta semalam
ataukah saat tersentak bangun di ranjang empuk hotel
dari tidur siang singkat namun pulas disampng staf
mal dan plasa memang bertambah
namun pengangguran pun tak berkurang
sementara barang mewah dipajang berlimpah
merayu menunggu untuk dijarah
pengemis, preman, dan pelacur dijaring
tetapi hasil pembangunan tak disebar merata.
irama kekerasan dimainkan kian nyaring,
dan pemujaan tubuh serta benda terus dirayakan
namun kota-kota telah dan terus bertumbuh
dalam pakaian tambal sulam
dengan dandanan yang canggung
bergaya tanggung ala metrokampung
.....yang hadir mengisi di antara dua kesunyian--kelahiran dan kematian..... (An Indonesian poems corner ; the poet : Hendragunawan)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
SAJAK JALAN PAGI BERSAMA
Pagi seputih seragam baru dan sesegar rambut basah para bocah ketika kita berjalan menyusur tembok yang mengendapkan waktu di perkampu...
-
STOPPING BY WOODS ON A SNOWY EVENING Whose woods these are I think I know. His house is in the village though; He will not see me stopping h...
-
PEREMPUAN 1. Beri aku cermin kaca yang rata tak retak atau telaga bening yang tenang airnya atau genangan embun di telapak tangan bunga...
No comments:
Post a Comment