Tuesday, November 07, 2006

SESISIR SYAIR (Dari arsip sajak lama)

SYAIR BERDANDAN

aku berdandan
untuk perhelatan agung
menanggalkan badan
gua gairah tinggal gaung

terik matari menyapukan
perak uban di kusut rambut
lalu waktu mengukirkan
alur kerut di kendur raut

darah telah bening
tersuling murni
daging telah kering
tersucikan kini

ngilu angin ngisi hampa tulang
iris pilu ingin yang tersia
damba lama pupus membayang
harus pula kulepas ia

langit tanpa awan
bulan di jendela
sempurna sudah riasan
kekasih kapankah tiba


SYAIR PURNAMA

Bulannya emas bulat penuh
Langitnya luas teramat biru
Bak perawan minta disentuh
Tergolek molek di tilam beledu

Berkilatan lantai beranda kayu
Oleh cahaya tercurah jatuh
Meskipun rumah tiada berlampu
Dan malam bertambah jauh

Namun lelaki memandang tak jenuh
Lamun ditingkah balam berlagu haru
Terpana begitu hingga jelang subuh
Paginya ditemukan terlentang biru


SYAIR KERIS

Sang Empu khusuk berkarya
pada malam lalu ia tak hirau.
Karena bulan begitu bercahaya
dan telaga bak kaca berkilau.

Dengan kepalan tangan
dan ujung jemari Sang Empu
logam ditempa di landasan
dan dibentuk jadi luk berliku

Diberinya kandungan wibawa
yang memancar-mancar bersinar.
Oleh bekal olah tapa rapal mantra
menyatu alam kembar kecil-besar.

Kini telah rampung ia
meski belum bersarung;
di lambung siapa kiranya
kelak ia mesti bersarang?


SYAIR DI BAWAH BULAN

di bawah bulan
kami hanya berduaan
berjalan perlahan
mengulur tujuan

tiada terlontar ucapan
diredam oleh degupan
dan dedaun bergesekan
pun mengalun nyanyian

maka ketika tiba di kelokan
terlindung lebat bayangan
kuseret ia ke rimbunan
kubekap ia dengan ciuman

awalnya: pekik tertahan
akhirnya: usahlah dikatakan
karena kami telah berduaan
luput dari intai bulan


SYAIR ANAK DARA

belaian busung dada perawan
bara bulan kembar bagi rawan angan
bualan cabul dan buaian gumul
bubung asap pada ubun mengepul

membangkit bukit di atas lembah pualam
angan membawa kembara ke ceruk curam
maka ingin jualah yang menuntun tangan
menelusur lengkung lembut dua jembatan

cumbu rayu kami saling bertukar
ciuman panjang-dalam membakar
cukuplah dengus keluh bicara
cuma untuk sehari saja


SYAIR BULAN BIRU

Bulan yang biru, bulan yang biru
bisu menatap di tinggi jauh
bak putri angkuh tak terengkuh

Bulan yang biru, bulan yang biru
buaian kabut selembut beludru
bualan lelembut bermata ungu

Bulan yang biru, bulan yang biru
buahan langit di gerumbul awan
burung bulbul hinggap di dahan

Bulan yang biru, bulan yang biru
bisu menatap di tinggi jauh
bagi baginda hati lah jatuh

No comments:

SAJAK JALAN PAGI BERSAMA

  Pagi seputih seragam baru dan sesegar rambut basah para bocah ketika kita berjalan menyusur tembok yang mengendapkan waktu di perkampu...