Thursday, January 24, 2008

SULUK TUJUH PEMABUK

1.
Hayya!
Anggur cahaya yang engkau tuangkan
Ke dalam cawanku
Sungguh garang terasa
Menggasak kesadaran
Cambuk mabukmu
Melesat-lesat melecuti
Kesombongan yang menugu
Melucuti kepalsuan
Yang tebal membatu
Maka akal yang merengut angkuh
Pun terkekeh-kekeh
Seperti kakek tua nakal
Disempoyongkan tuak
Menyeret pusing langkahnya
Di pelataran pertokoan lama
Yang gelap dan pesing
Ia seperti badut gendut
Yang gemar berpura-pura lupa
Belum dipensiunkan dari sirkus
Menari-nari pula
Tak isin ia
Cuma mengangguk-angguk
Mengiyakan setiap kemungkinan
Menyetujui setiap dugaan
Yang ditujukan padanya
Biar insannya bisa bahagia

2.
Tuan,
Tuangkan lagi, tuangkan
Biar tak terluang ruang
Bagi kewarasan
Tirai telah dijatuhkan
Terjuntai indah
Menabiri kita dari hari
Palang telah dipasangkan
Menutup celah bagi si penyusup
Pandangan mereka terhalang
Sempurna terlindung kita
Inilah saaat kebebasan
Untuk bermain
Peminta-minta cinta
Luka yang disuling waktu
Begitu murni dan bening
Kini kusematkan sebagai hati
Air mata yang berguliran
Ganti menjelma butiran permata
bergelindingan jatuh di lantai rata
Kuambil satu kuselipkan syahdu
Di kening antara alis
Sebagai kenang-kenangan
Paling manis

3.
Nona
Paras anda lebih menggoda
Dari mimpi paling jalang
Yang pernah menodai
Ranjang putih keluguanku.
Janganlah berhenti
Memancing ingin
Karena engkau taburan sinar
Yang membinarkan mata
Setiap titik pasir
Di hamparan gurun ini
Berdesir disisir angin
Menyimpan jejakmu
Di sebaliknya
Sejak di masa jauh silam
Sekali engkau pernah melintasi
Melangkah pelan dan hati-hati
Merelakan belah tapak kakimu
Yang halus putih
Mengelus butiran debu yang haus
Membelai gugus karang yang mengerang
Dengan begitu
Lembutnya
Aduh
Tujuh samudera
Mampukah membasuh
Tubuh diri yang kuyup
Oleh olah ayun cinta
Bila kelak ia terjaga
Biarkan saja
Ia menolak untuk bangun
Ia ingin menikmati
Kematian ini dengan tenang
Di ketat pelukan lenganmu
Pada hangat lekatan dadamu
Nona

4.
Adakah sahaya bersalah
Jika begitu los
Dalam kepolosan ini?
Angin padang makin garang
Mengiring kerinduan
Semasa masih kecil dulu
Di antara bentangan bintang
Dan serakan galaksi
Sering kuintai engkau
Barangkali saja
Di atas sana
Ada nyangkut seutas benang
Dari jubah terangmu
Yang menjadi petunjuk bagiku
Untuk menuju arahmu
Patik memohon ampun
Tetapi engkau berucap empatik
Tak perlu pelik malu
Bukankah sungkan ragu
Adalah aib bagi kekariban
Marilah kemari
Tumpahkan hujan
Menaburi lembahku
Yang merekah rindu

5.
Tenang, tenanglah hati
Menikmati istirahat
Dalam kesejatian
Di luar pintu kayu jati ini
Di balik dinding batu kali ini
Seribu musuh yang dengki
Menghunus belati
Hening, heninglah hati
Mendetik di titik waktu
Mendetakkan keabadian
Burung-burung putih
Mengarungi jutaan tahun
Mengitari satu bukit batu hitam
Yang akarnya mencengkeram langit
Sementara pucuknya
Menusuk pusat bumi
Pusaran arus kasih
Memusat membuih
Diripun menoktah
Berdebar sabar
Mengolah massa cinta
Bergetar mencari ruang
Yang nyaris tiada lagi tersisa
Mesranya masyaallah
Rrruarrr biasa
Tak habis-habis
Kekal
Tak kenal sirna binasa

6.
Aku gila
Tergila-gila kepadamu
Begitu kaka slank
Ketika terbangun dari pingsan
Menjerit-jerit serak
Sembari berjingkrak-jingkrak
Di atas serakan semesta
Sesaat usai
Keruntuhan alam
Bagaimana bisa
Sehabis padam ruang
Dan terlipat waktu
Tanpa ada gelombang
Yang menghantar lagu
Suara itu melengking juga
Dan telinga siapa pula
Yang kupinjam ini
Untuk mengenalinya kembali

7.
Gema gelak tawa
Yang meledak pecah pertama
Sejak bermilyar abad lalu
Menjalar sabar
Di antara taburan beribu galaksi
Kini tiba mengguncang
Ia datang
Menendang gerbang pengetahuanku
Menabuh genderang perang
Bagi kebodohanku
Mengayunkan gendawa
Meremukkan ego
Tebaran tebakan
Yang kau sebarkan
Telah menjebak mati
Para pemburu
Yang mengaku mahaguru
Dari keraguan
Para pakar
Yang gemar mempertengkarkan
Perkara yang jelas benar
Para ahli
Yang terlatih memelintir dalih
Dengan dalil-dalil rekaan
Yang menggelikan jahiliahnya
Di hadapan kegilaan rahasiamu
Mereka hanya raksasa kerdil
Yang tersesat di belantara liliput
Dan diliputi kegelapan
Di atas kegelapan
Lihat betapa gelagapan tangan mereka
Mengais-ngais udara hampa
Megap-megap mulutnya
Mencari hawa
Dan kita
Hanya tertawa-tawa
Hayya!

No comments:

SAJAK JALAN PAGI BERSAMA

  Pagi seputih seragam baru dan sesegar rambut basah para bocah ketika kita berjalan menyusur tembok yang mengendapkan waktu di perkampu...