Sunday, December 17, 2006

DUA SAJAK BARU

FRAGMEN KECIL DI BERANDA

Sudah selesai hujan
Meski sisa gerimis
Masih juga berjatuhan
Membasahi beranda
Di mana kita berdua
Sama berada

Barisan lampu kota di jauhan
Mulai semarak lagi
Berlomba cahayanya
Suara klakson samar meriuh
Kembali ribut saling sahut
Melanjutkan malam

Angin berkesiur
Merisikkan dedaun
Meliuk di rumpun perdu
Lalu dengan sendu
Meluruhkan bunga jambu
Di halaman rumahmu

Pada genangan air
Bayang terpencar
Warna berpendar
Sama samarnya
Kenangan masa lalu
Yang silam mengelam

Bahkan hujan juga
Berkesudahan, bukan
Begitu pula kesedihan
Kehidupan dan bahkan
Kematian itu: kita akan
Selalu berlalu

Aku pamit pergi
Setelah teguk teh terakhir
Meski tak berkata
Kau anggukkan juga kepala
Dan dengan perlahan
Merapikan kerah jaketku


STASIUN LAMA

Tanpa desis, derak dan lengking
Tanpa harap cemas dan debar damba
Tanpa ada yang sampai dan yang melambai
Stasiun lama kini jadi begitu hening
Loko hitam teronggok merongsok hampa
Di sana-sini sisa kabel putus jatuh terjuntai

Meski penuh jejaring lelaba, tai tikus, bau pesing
Sekali dua pelacur tua datang gelar tikarnya
Bagi si berandal muda, jagoan berambut rumbai
Dan akan bercinta juga mereka, abaikan sekeliling
Sebab larat nasib dan deret gerbong nyaris sama
Tak lagi merangkak, tinggal tunggu habis membangkai

Saturday, December 09, 2006

SAJAK BARU JELANG TAHUN BARU

THE BALLAD OF JOHN DOE

Kelam kalbu kalut akal
Keluyuran ia dengan niat nakal
Bir murahan di tangan masih dingin
Kretek di bibir padam diusik angin

Di simpang empat ia berhenti
Merah lampu macet tak berganti
Sambil mengumpat ia putuskan jalan
Berharap sial biar mampus sekalian

Namun maut pun memalingkan muka
Merasalah ia mahluk paling celaka
Di seberang jalan geram meludah
Berang hatinya si haram jadah

Tak sekali itu berhasrat mati
Tetapi malang, berulang terlewat lagi
Maka sempoyongan ia terus melangkah
Meski hingga belulang lelah lungkrah

Tujuh tahun lalu diusir dari panti
Kerap kedapatan nyuri dana donasi
Sekarang ia hidup hanya sendirian
Masak buat mampus mesti ikut antrian

Tibalah ia di depan bar langganan
Pintu putar tertutup dengan pengumuman:
“Sorry, we're closed for christmas day
The lord took our woman away.”


BULAN BARU

Dari balik kelambu langit kelam biru
Yang bersulam awan putih kelabu
Sekilas kilau samar membayang ragu
Dari punggung pualam bulan yang baru

Pohonan senyap tak lagi berbual lagu
Punguk di dahan randu diam termangu
Beribu tahun bertahan dalam tunggu
Telah lelah bisu ia ditikam rindu


SISA BINTANG

Berguguran jatuh sisa bintang
Bergayut di pucuk batang lalang
Mama, di mana terserak mimpi kemarin hari
Yang pernah engkau lipat rapi di rak almari

Sisa bintang jatuh berguguran
Berayun bertahan di daun dahan
Helai almanak telah berganti lagi
Anak ini masih termangu menanti pagi


BUNGA DAN KUMBANG

Sebatang bunga rumput
Tumbuh menjulang rekah
Kelopaknya membuka perlahan
Menadah curah cerah cahaya

Adakah asalmu dari acak kekacauan
Dan kelak musnahmu tanpa tujuan
Ah, betapa mengerikan hadirmu di situ
Jika memang sungguh begitu

Seekor kumbang mendengung
Terbang beredar mengitari
Sayap-sayapnya bergetar
Disepuh kilau matahari

Adakah asalmu dari acak kekacauan
Dan kelak musnahmu tanpa tujuan

Monday, December 04, 2006

SAJAK-SAJAK JAWA KUNA

[Tiga sajak di bawah ini berasal dari terjemahan sajak-sajak karya pujangga Jawa Kuna dalam bahasa Inggris oleh Tom Hunter, yang diterbitkan sebagai buku berjudul Blossoms of Longing: Poems of Love and Lament from the Old Javanese, oleh Yayasan Lontar, Jakarta. Penulis memperolehnya atas kebaikan Mbak Hapsari K.]


LET THEM BE THE REMINDER OF MY LONGING

How can you go away,
you,
who were so single-minded in love making,
and exchanging the gift of life?

Where now shall I seek the charming things
you whispered to me
when we shared a single sleeping cloth?

Look back now and see my chignon
that has fallen open,
no more to be combed by four fingers
that would fall to the nape of my neck,

I will preserve with gentle care
the nail mark you inflicted on my breast-
let them be a reminder of my longing.

*Arjunawiwaha - canto xxxv - 12

PENANDA RINDU

Bagaimana bisa engkau berlalu,
Sayangku, Engkau
Yang dulu sungguh khusuk syahdu dalam cumbu rayu
Dan bertukar padu rasa asmara?

Kemana lagi akan kucari, pesona
Yang kau bisikkan lirih lembut menenung
Ketika kita berdua masih berbagi selimut?

Tengok dan lihatlah, gelung sanggulku
Telah jatuh kusut terburai
Tak lagi disentuh halus oleh sisir jemarimu
Yang slalu akan mluncur turun tuk mengelus tengkukku

Akan kusimpan penuh sayang
Kenangan digoreskan kukumu pada dadaku
Sbagai peneguh sugguh rinduku, untukmu



MY BELOVED

Indifferent am I to the love in my heart -
my thoughts race this way and that,

Indifferent am I to the art of make up -
for powders or perfumes I have no taste,

Indifferent am I to food or sleep -
so intent am I on what is in my heart,

Indifferent am I to life or death -
for all I ca recall are the charms
of my beloved.

*Bhasa Tanakung - canto IX - 1

KEKASIHKU

tak kuacuhkan cinta di hatiku-
fikirku rusuh berkesiur gelisah

tak kuacuhkan rias hias wajah-
pada parfum dan pupur ku tak peduli

tak kuacuhkan nampan dan tilam-
hanyutku oleh arus dalam kalbu

tak kuacuhkan hidup dan mati-
satu hanya yang kukenang: pesona tenung
Kekasihku



WHEN I HAVE DIED

As you wander along the seashore
and admit the beauty of distant mountains,

Trough dark, shrouding clouds
that change to delicate misting rain,

You may hear a sweet, rumbling thunder,
faint and restless its sound,

That will be the trasformation of my weeping
when I have died,
exhauted from the pain of longing.

*Bhasa Tanakung - canto VII - 1

BILA NANTI KU MATI

bila kelak engkau berjalan menyusur pesisir
jatuh terpana pada indah gunung menjulang jauh

dan dari sela gemulung kelam mendung
yang terburai luruh jadi gerimis renyai,

mungkin kan kau dengar pula, gurih gemuruh guruh
menyayup resah dan redup bahananya

itulah titis ratap tangisku, kasih, terkuras letih
menjelma dari dahaga damba akanmu,
meski ragaku telah sirna direnggut maut

DUA SAJAK FLORA DAN FAUNA

1.
Pagi masih terlalu dini bagi bunga-bunga
Untuk bangun membuka mata
Merekahkan kelopak mereka
Menampung cahaya

Baiklah, sebentar lagi
Saya jenguk kembali

2.
Kecoak kecil merayap di atas meja
Biarkan saja; usia bangsanya jauh lebih purba
Lagi pula, adakah yang akan menghibur ibunya
Jika si kecil satu ini tak kunjung pulang ke sarangnya ?

TESTAMEN (Dari Arsip Sajak Lama)

WASIAT TERAKHIR

Kalau bisa, hendaknya jangan tegakkan nisan
yang terus hadir berdiri mengisahkan perpisahan.
Tak usah pula taburkan kembang bunga
yang dicacah setelah dipatahkan dari batang tangkainya.
Sebenarnya tak ada yang berkurang ataupun hilang
mengapa duka harus dikarang, bayang terus dikenang.
Hanya si fakir malang yang menggelandang dihalau angin
telah menamatkan riwayat hidupnya yang teramat miskin
Cuma membawa catatan perjalanannya sekian lama
dalam buku nasib yang bulukan, menguning, dan bergelung sudutnya.
Biarkan saja, biar rumputan liar tumbuh tebal meriap
dalam curahan cahaya bulan biru yang dingin dan senyap.
Agar kelak sepasang kekasih dapat berbaring bermesraan di atasnya
atau seorang penyair datang duduk menulis membisikkan sajaknya.


PERNYATAAN TERAKHIR

Air sumur tiga ember bercampur kamper
dan bentangan kafan tak lebih dua meter
Mencuci dan membungkus sekujur sisa raga
Dari lumuran lumpur debu dunia
Agar kembali suci seperti dahulu
Sebelum kembali ke lubuk bumi yang menunggu
Tetapi jejak kenangan dalam dada
Dapatkah dihapus habis tak bertanda
Walau mata dikatupkan jemari ajal
Dan mulut disumpal tanah bergumpal
Rerumputan yang tumbuh dari bekas tubuhku
Akan meriap membelukar penuh rindu
Kembang yang ditanamkan akan merekah juga
Kelopaknya menyadap dunia penuh dahaga


NYANYIAN TERAKHIR

Kenangan hanya beban, harapan tinggal angan
Dan kini ia pilih menempuh kabut seorang diri
Walau dalam kembara kadang bersilang jalan
Masing insan datang dan pergi sendiri-sendiri
Dari kelam ke kelam, dari sepi ke sepi, tiada berteman
Samudera luas impian bertepi di tanah mati

SAJAK DALAM RANGKA MENYAMBUT DATANGNYA HUJAN PERTAMA (Dari Arsip sajak Lama)

MADAH HUJAN PERTAMA

selamat datang, hujan yang manis!
gempita nyanyianmu memeriahkan halaman rumahku petang ini,
engkau mengairi sumur dan sawah, mengaliri selokan dan saluran,
mengisi danau dan bendungan, memenuhi lembah dan padang
engkau mengilapkan atap-atap rumah dan pucuk-pucuk daun
hingga kembali cerlangnya, membersihkan bumi dari debu kotoran,
menjernihkan langit dari keruh karat, dan membasuh jiwa-jiwa
dari kusam dan noda

selamat datang, hujan yang jelita!
lubang-lubang perigi di kerak bumi bergerak membesar,
mulut-mulut bunga membuka, dan liang-liang pori di kulitku pun melebar
menyambut harum dinginmu yang lembut dan sejuk
setelah sekian lama haus dan hangus dibakar bara kemarau
kini lihatlah: hewan dan serangga, pohonan dan bunga-bunga,
saling merapat dan mengesekgesekkan badan mereka penuh sukacita
sementara para suami menggeser tubuhnya
lalu meraba dan menindih para istri dengan bahagia
semuanya mabuk oleh kemesraan sabdamu

selamat datang, hujan yang juwita!
seperti rusa gurun aku surup menyambut datangmu
menari berputar memekik dan bertempik
aku bahkan ingin menghambur ke jalanan dengan telanjang
membiarkan jari-jari kecilmu mencubiti sekujur tubuh

selamat datang utusan setia dari sang pencipta!
ternyata Ia belum berputus asa dari manusia! sebarkan berita baik ini!
tebarkan kabar suka cita ini! ke timur dan barat, ke selatan dan utara!
biar setiap rumput meliukliuk riang!
biar setiap kerikil terguncang dan bergelindingan gembira!


HAIKU DESEMBER 2003

langit kelam kelabu
namun hujan yang jatuh satu-satu
menenangkan geliat debu


LAGU MUSIM SEMI

nafas Tuhan menghembus dalam hutan hujan jatuh
berlarian tujuh hantu gigil mengaduh memanggil teduh
daun-daun di dahan pun terbangun dari jauh tidur kemarau
di hujung tahun huyung bertahan kini mereka semarak berkilau


DINGIN HUJAN ANGIN

Dingin yang menderu tiba
Di manakah sarang asalnya
Di lubuk hatimu yang terkuak luka
Atau dari nafasku menghembus hampa

Hujan yang turun pertama
Dari manakah gerangan datangnya
Dari hatimu yang diracun duka
Atau dari mataku dirabun damba

Dan angin yang menderu swaranya
Ke manakah ingin menuju ia
Ke kotamu melintasi laut utara
Atau hanya berpusing dalam dada!


KEMARAU PANJANG

hujan turun malam-malam
ketika mata-mata pejam
dan semua telinga redam

bukan untuk para raja atau kawula
tetapi bagi sehelai rumput kering merana
yang mulut kecilnya tak putus terus mendoa

ya, hujan turun kala malam telah larut
dan insanpun terselamatkan dari jaring maut
bukan oleh malaikat, melainkan sehelai rumput

SAJAK JALAN PAGI BERSAMA

  Pagi seputih seragam baru dan sesegar rambut basah para bocah ketika kita berjalan menyusur tembok yang mengendapkan waktu di perkampu...