PARADISE LOST
Tari hilang rasa
Lagu hilang nada
Raga hilang jiwa
Pura hilang dewa
(Tersasar berputar
Kembara tanpa Peta)
Burung hilang kicau
Bunga hilang pukau
Angin hilang desau
Embun hilang kilau
(Terkapar nanar
Penyair tanpa Kata)
1995
BLACK CANYON CAFÉ, CENTRO, KUTA
Di kafe yang hampir tutup
Kita singgah melengkapkan kenangan
Yang penghabisan memanggil
Meski nyaris kuyup dan gigil
Oleh hujan penghujung tahun
Yang meraung di paruh malam
Sejak menjejak senja
Cangkir kopi erat mendekap hangat
Cengkraman jemari hitam kita
Sloki teh keemasan boleh cemas menanti
Menawarkan tajam pahitnya
Tetapi pramusaji yang manis itu
Masih tak kunjung letih
Tersenyum ramah seolah menyajikan janji
Namun kafe memang lebih lengang waktu itu
Dengan cahaya yang telah memberat
Dari lampu yang setengah melamun
Mungkin juga merabun buta oleh kantuknya
Namun kuta yang kelam dan tua
Masih senantiasa bertahan dalam setia
Berbisik dari balik gerimis yang tempiasnya
Memburamkan kaca jendela
Membiaskan pendar warna
Seakan ingin membersihkan cerita
Dari dusta di brosur wisata
Ah, sengkarut dunia yang renta
Jerit tengkar derita insan yang fana
Diselingi teriakan para maniak
yang gemar merakit bencana,
Dan percaya punya hak
rencanakan kiamat lebih mula
Sedangkan kita kerap hanya terpana tanpa daya
Seperti sartre yang sibuk hilir mudik
Di dalam tempurung kepala
Antara ada dan tiada
Juga beatles yang kali ini entah mengapa
Agak memelas sayu bernyanyi
Dan sajak-sajakku yang murung sunyi
Dua lelaki di sudut ruang temaram itu
Sejak tadi bertukar kisah dengan suara rendah mesra
Adakah mereka sepasang kekasih yang sedang kasmaran
Dan tengah menyusun janji-janji
Tetapi kuta masih berbisik juga
Pun ketika seorang pria
Bergegas pergi menunggangi vespa butut
Setelah menyerahkan heroin
Di sela lipatan majalah
Berapa sumbu nikotin sudah disulut
Membatin di pembuluh darah dada
Ini malam terakhir sebelum penerbangan kedua
Mari kita cari ari di selarut ini
Hujan telah berhenti sedari tadi
Maka bertiga di tepian kolam yang masih baru birunya
Kita pun telentang haru menyaksikan
Konstelasi bintang dan samar kabut galaksi
Di hujung jauh rentang bimasakti
Menelanjangi nanar masa lalu, ranting silsilah,
Membiarkan mimpi-mimpi terhuyung kesepian
Lalu termangu lesu di bibir tidur memutih letih
Dari fajar dini hari tinggal sebentar lagi
Ari, rudi, biar sepanjang bentangan 1000 tahun
Ini kali yang pertama sekaligus terakhir
Kita bisa bersama
Begini
2005
DENPASAR MEI 2007
Bukan hanya
Wangi bunga
Dan asap dupa
Membubung
Membuatmu tinggi
Dan melupa
Di tiap simpang jalan
Perempuan berkulit coklat
Dengan rambut kemerahan
Aduh, betapa santainya
Menanggalkan luaran
Lalu duduk abai
Seolah acuh mengangkang
Memampangkan bilah paha
Menantangkan belah dada
Sejarak satu loncatan
Di meja seberang sana
Tera di pinggul pribumi
Apakah maknanya gerangan
Adakah itu rajah
Tangkal peluluh teluh
Atau motif eksotik
Dari indian arizona
Seperti kau kenal corak warnanya
Merujukkan peta ke wilayah rahasia
Menunjuk ke daerah paling peka
Ya, ia juga membuatmu mabuk
Lebih keparat
Dari sebotol arak tua
Postur rajayoga
Dan jalinan mudra rahasia
Semoga masih berbisa
Membuyarkan murka
Menebus samsara
oleh amuk samodra syahwati
Gemuruh tetabuhan
Di banjar-banjar
Riuh kegaduhan
Di bar-bar murahan
Seorang pemijat setengah tua
Duduk menanti di tangga terasnya
Dengan mata cekung redup
Sisa usapan nafas sang naga
Sastra suci dinyanyikan
Biksuni berambut perak
Dengan tubuh ceking penuh puasa
Masih terdengar nyaring melengking
Meski terkadang serak
Dari spiker menara
Bersaing
Dengan bising
Berisik musik disko retro
Tebaran kotoran
Anjing kampung yang jinak
Tawaran lugas supir taksi
Untuk mencarikan teman
Setelah sepotong basa-basi
Tentang cuaca dan arus turis
Babi guling
Gule kambing madura
Sisa canang layu
Dengan gula-gula
Dan sebatang ji sam su
Menyengatmu dengan ingatan
Kemana lagi kiranya
Arwah para prajurit puputan
Akan arahkan mata keris dan tombak
Ke langit mana, aras berapa
Beribu pura persembahyangan
Menjulang membawa saji doa
Bayang-bayang kahyangan
Bergoyang dalam remang
Bagai pelangi psikadelik
Bagai pusaran warna
Lukisan dekoratif di kios-kios kuta
Merah hitam merah
Hijau kuning ungu
Biru biru biru
Terngungu pasrah pun kau
Oleh pukau seru cumbu
Dijarah jemari paling cemburu
Diombang-ambing
Liar gelora pinggul pribumi
Bertarif dolar amerika
2007
DI KUTA, DI KUTA
Di kuta, di kuta
Kita menanti
Matinya surya
Di kuta, di kuta
Pasangan-pasangan bercinta
Dari kota-kota dunia
Saling berdusta
Dalam tujuh bahasa
Di antara gemulung ombak
Saling menjebak
Siapa gerangan
Lebih dulu ngelantur
Aku akan kangen
Saling menebak
Siapa yang bakal
Berangkat lebih pagi
Meninggalkan
Kusut bantal
Di kuta, di kuta
Kita tak boleh
Menjalin janji
Atau saling mengusut
Sengkarut kisah hidup
Karena tak akan ada
Kecup perpisahaan
Terlebih lagi
Titik air mata
Dan kini
Sebelum pagi
Ketika kau masih
Tergeletak tanpa mimpi
Di lembab pembaringan
Aku telah meluncur
Pergi menuju sanur
Mencari matahari
Mencairkan sepi
2007
.....yang hadir mengisi di antara dua kesunyian--kelahiran dan kematian..... (An Indonesian poems corner ; the poet : Hendragunawan)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
SAJAK JALAN PAGI BERSAMA
Pagi seputih seragam baru dan sesegar rambut basah para bocah ketika kita berjalan menyusur tembok yang mengendapkan waktu di perkampu...
-
STOPPING BY WOODS ON A SNOWY EVENING Whose woods these are I think I know. His house is in the village though; He will not see me stopping h...
-
PEREMPUAN 1. Beri aku cermin kaca yang rata tak retak atau telaga bening yang tenang airnya atau genangan embun di telapak tangan bunga...
No comments:
Post a Comment