Trilyunan tahun dalam hitunganmu
Telah berlalu, semenjak mahadaya itu menggeliat
Bergerak dan menari, menebarkan mineral kosmik
Yang berpusar tanpa henti untuk melahirkanmu,
Kesadaran diri insani yang hakikatnya adalah penyaksian:
Alastu, alastu, kami mengaku, segala ciptaan
Bukanlah kesiasiaan.
Dan hari ini engkau berdiri
terpukau oleh ufuk yang seolah tak terjangkau
geletar halus menjalari tubuhmu, menelusuri
sekujur sungai syaraf di tulang belakang
mengalirkan arus dari tulang ekor
meretas tembus rintangan cakra
untuk bermekaran di ubun-ubunmu
Sungguh, benih itu harus pecah menjadi mawar
Yang dasar haruslah menuju luhur
Dan kelam di lubuk itu mestilah melahirkan terang
Mahkota mawar cahaya cemerlang
Yang menghiasi kepalamu,
Wahai, Engkau, puncak segala ciptaan.
2009
.....yang hadir mengisi di antara dua kesunyian--kelahiran dan kematian..... (An Indonesian poems corner ; the poet : Hendragunawan)
Wednesday, April 22, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
SAJAK JALAN PAGI BERSAMA
Pagi seputih seragam baru dan sesegar rambut basah para bocah ketika kita berjalan menyusur tembok yang mengendapkan waktu di perkampu...
-
STOPPING BY WOODS ON A SNOWY EVENING Whose woods these are I think I know. His house is in the village though; He will not see me stopping h...
-
PEREMPUAN 1. Beri aku cermin kaca yang rata tak retak atau telaga bening yang tenang airnya atau genangan embun di telapak tangan bunga...
No comments:
Post a Comment