Kusentuh
Lekuk bibirmu
Yang melengkung indah
Maka merekahlah ia
Membuka diri
Dengan sepenuh bahagia
Sebelum kulepas
Pergi
Kusisipkan rahasiaku
Lembut dan perlahan
Ke dalam celahmu
Yang menelannya
Seperti kupercayakan
Seluruh usiaku
Beserta perasaan
Yang mungkin sia-sia
Dan tak bakal kekal
Biarlah
Setelah kujilati
Lidahmu yang lekat
Mulutmu akan menutup
Seperti mata yang terkatup
Oleh kantuk, seperti jemari
Menguncup dalam ucap doa
Di larut remang
Telapakku yang gemetar
Meraba seutuh hasrat
Merambati sudut-sudutmu
Yang kini memeluk hatiku
Teramat erat seolah pasti
Menepati janji
Lebih kukuh dari mati :
Sampaikanlah berita segala
Yang selain derita
Sampul suratku yang biru,
Berangkatlah dengan selamat
Dalam perjalanan yang lamban
Seperti bulan di lamun lautan
Semoga tangan-tangan jawatan pos indonesia
Mampu menampung amanat
Dan memperlakukanmu
Dengan khidmat dan bermartabat
.....yang hadir mengisi di antara dua kesunyian--kelahiran dan kematian..... (An Indonesian poems corner ; the poet : Hendragunawan)
Tuesday, August 14, 2007
KUTUNGGU KAU SELEWAT SIMPANG ITU
Dari simpang itu
Ke arah matahari tujuh pagi
Menujulah ke sana
Tanpa mesti tergesa
Dan sebelum langkah
Membuat nafasmu terengah
Akan kau temukan tanda
Di kaki pokok kemboja
Tanda yang sederhana
Seperti bukan dari dunia
Tanda bahwa aku pernah ada
Dan telah telanjur
Mencinta
Ke arah matahari tujuh pagi
Menujulah ke sana
Tanpa mesti tergesa
Dan sebelum langkah
Membuat nafasmu terengah
Akan kau temukan tanda
Di kaki pokok kemboja
Tanda yang sederhana
Seperti bukan dari dunia
Tanda bahwa aku pernah ada
Dan telah telanjur
Mencinta
KOTA SETENGAH TUJUH
Lihatlah
Kota yang semalam
Berdosa besar
Di pagi ini
Lihai benar
Berdusta
Dengan wajah bayi
Di pasar lama
Yang lebih perkasa
Dari sekian walikota
Riuh telah meriah
Sejak sebelum luruh
Embun terakhir
Meskipun sekarang
Agak mereda
Derumnya
Nenek tua
Dengan jualan seadanya
Bisa ngaso sebentar
Ngisap rokok
Dengan mok kopi besar
Sisa setengah terisi
Sementara pak haji
Setelah subuh dan mengaji
Kini menunggu dagangan
Sembari tasbih
Terus berputar di tangan
Parasnya masih berbekaskan
Jejak pijar fajar
Polisi memulai aksi
Di simpang yang semrawut
Dengan harapan sederhana
Semoga pungli hari ini
Lebih baik dari kemarin
Mencoba berdiri tegap ia
Dalam sikap sempurna
Setelah sibuk
Menaikkan ikat pinggang
Membetulkan posisi sarung pistol
Tergantung miring
Berisi handuk muka
Di tepi jalan itu
Anak sekolah
Dengan wangi sampo
Mengepul dari rambut kepang
Gelisah menunggu angkutan
Henpon berkerlip genit
Di genggaman segar jemari lentik
Dan seorang pekerja muda
Tersenyum profesional
Sigap penuh energi
Dalam setelan tersetrika rapi
Koran telah tiba
Tuhan
Semoga hari ini
Tak ada korban bencana
Kota yang semalam
Berdosa besar
Di pagi ini
Lihai benar
Berdusta
Dengan wajah bayi
Di pasar lama
Yang lebih perkasa
Dari sekian walikota
Riuh telah meriah
Sejak sebelum luruh
Embun terakhir
Meskipun sekarang
Agak mereda
Derumnya
Nenek tua
Dengan jualan seadanya
Bisa ngaso sebentar
Ngisap rokok
Dengan mok kopi besar
Sisa setengah terisi
Sementara pak haji
Setelah subuh dan mengaji
Kini menunggu dagangan
Sembari tasbih
Terus berputar di tangan
Parasnya masih berbekaskan
Jejak pijar fajar
Polisi memulai aksi
Di simpang yang semrawut
Dengan harapan sederhana
Semoga pungli hari ini
Lebih baik dari kemarin
Mencoba berdiri tegap ia
Dalam sikap sempurna
Setelah sibuk
Menaikkan ikat pinggang
Membetulkan posisi sarung pistol
Tergantung miring
Berisi handuk muka
Di tepi jalan itu
Anak sekolah
Dengan wangi sampo
Mengepul dari rambut kepang
Gelisah menunggu angkutan
Henpon berkerlip genit
Di genggaman segar jemari lentik
Dan seorang pekerja muda
Tersenyum profesional
Sigap penuh energi
Dalam setelan tersetrika rapi
Koran telah tiba
Tuhan
Semoga hari ini
Tak ada korban bencana
PEJALAN KAKI
Aku masih setia di jalan
Bertahan menyusur pelan
Malam yang renta
Meski bising angin
Meratap sedih
Dan tajam dinginnya
Menyayat perih
Baju yang kuyup
Erat mendekap punggung
Air di dalam sepatu
Berkecipak di setiap jejak
Dan batu-batu kerikil
Terguncang bergelindingan
Di dalam perut
Aku akan terus jalan
Menembus gelap dan kesunyian
Sampai kutemu
Rumah dengan jendela
Yang benderang oleh lampu
Serta pintu yang menunggu
Di baliknya:
Seseorang yang setengah termangu
Bertahan menyusur pelan
Malam yang renta
Meski bising angin
Meratap sedih
Dan tajam dinginnya
Menyayat perih
Baju yang kuyup
Erat mendekap punggung
Air di dalam sepatu
Berkecipak di setiap jejak
Dan batu-batu kerikil
Terguncang bergelindingan
Di dalam perut
Aku akan terus jalan
Menembus gelap dan kesunyian
Sampai kutemu
Rumah dengan jendela
Yang benderang oleh lampu
Serta pintu yang menunggu
Di baliknya:
Seseorang yang setengah termangu
NARSISI
Bertahun-tahun
Betah aku membonsai
Diri sendiri
Kutolak tawaran
Meninggalkan malaikat
Terpaku di batas tertinggi
Kupilih derajat
Lebih rendah dari ternak
Lebih bebal dari batu
Yang ilusi dianggap hakiki
Yang sejati dicemooh
Dipandang cuma bayang fantasi
Yang remeh-temeh
Didekap segenap hati
Yang berharga dibengkalaikan
Kalaupun perlu tuhan
Atau semacam sesembahan
Bayanganku cukup membantu
Bila sedih dan sepi
Kuhibur diriku
Dengan filsafat humanisme
Ataupun puisi paling murung
Untuk membenarkan
Kecenderungan diri
Nyaman aku berkubang
Di tengah genangan
Kotoran sendiri
Mari, temanilah aku
Menikmati hari ini
Sebelum mati
Betah aku membonsai
Diri sendiri
Kutolak tawaran
Meninggalkan malaikat
Terpaku di batas tertinggi
Kupilih derajat
Lebih rendah dari ternak
Lebih bebal dari batu
Yang ilusi dianggap hakiki
Yang sejati dicemooh
Dipandang cuma bayang fantasi
Yang remeh-temeh
Didekap segenap hati
Yang berharga dibengkalaikan
Kalaupun perlu tuhan
Atau semacam sesembahan
Bayanganku cukup membantu
Bila sedih dan sepi
Kuhibur diriku
Dengan filsafat humanisme
Ataupun puisi paling murung
Untuk membenarkan
Kecenderungan diri
Nyaman aku berkubang
Di tengah genangan
Kotoran sendiri
Mari, temanilah aku
Menikmati hari ini
Sebelum mati
Subscribe to:
Posts (Atom)
SAJAK JALAN PAGI BERSAMA
Pagi seputih seragam baru dan sesegar rambut basah para bocah ketika kita berjalan menyusur tembok yang mengendapkan waktu di perkampu...
-
STOPPING BY WOODS ON A SNOWY EVENING Whose woods these are I think I know. His house is in the village though; He will not see me stopping h...
-
PEREMPUAN 1. Beri aku cermin kaca yang rata tak retak atau telaga bening yang tenang airnya atau genangan embun di telapak tangan bunga...