.....yang hadir mengisi di antara dua kesunyian--kelahiran dan kematian..... (An Indonesian poems corner ; the poet : Hendragunawan)
Friday, September 22, 2006
BEBERAPA SAJAK TERBARU
Photo courtesy of Joseph Rueben Elsinger, Iowa, USA
BAGAIKAN SAAT YANG PERTAMA
Bagaikan saat yang pertama
Sekaligus untuk terakhir kalinya
Ia terpana kerana biru langit, putih awan
Terkesima oleh kicau burung, hijau pohonan
Dan malamnya ia tidur dalam pulas
Dengan dada rela menerima ikhlas
Sekiranya tak bisa bangun lagi esok pagi
Seandainya nafas terakhir tak balik kembali
Namun kemudian hari matanya masih membuka
Meski harus disukuri, hatinya juga sedih kecewa
Batinnya: tugas apa lagikah harus kutuntaskan?
Janji dan hutang mana belum kupenuhi dan lunaskan?
RAGUKAN APA YANG BISA
-wasiat filsuf Theohedon kepada anaknya Antiteos
Ragukan apa yang bisa
Dan ingin kau ragukan
Agar bahagia
Ragukan segalanya
(tentu saja)
Selain dari adagia tadi
Tak ada tuhan ilahi
Tak ada firman suci
Tak ada kehidupan nanti
Hanya dirimu sendiri
Akal budi
Dan hari ini
Manusia terlampau mulia
Untuk tunduk takut
Pada yang tak kelihatan
Nah, sekarang engkau bebas
Mengawini babi perawan
Di kandang belakang
BERKATA PANGLIMA
Berkata panglima
Kita ada sedia
Peluru sebulan lama
Berkata diplomat
Proses memang berlarat
Seminggu lagi sepakat
Yang terusir hanya mencibir
Setiap menit yang bergulir
Buat kami bisa jadi yang terakhir
CEPATLAH DALAM TRANSAKSI
-nasihat seorang majikan kepada kasir
Cepatlah dalam transaksi
Tapi wajib kamu periksa teliti
Pembeli kita pada tergesa
Atau mereka yang larut pulangnya
Ramahlah secukupnya
Namun tetap waspada
Sedetik tak diawasi
Mereka pasti mencuri
Kalau bersikap seperti anjing
Perlakukan pula layaknya anjing
Dan jangan lupa, my friend
Dari pindaian harga tambahkan 50 sen
DENGAN TULUS TANPA PRASANGKA
Dengan tulus tanpa prasangka
Bunga-bunga datang berduyun-duyun
Terbang hinggap di simpang dedaun
Berkembangan memenuhi panggilan musim semi
Untuk disembelih angin musim gugur nanti
BAGAI TALI KALUNG BAGI MATA-MATA PERMATA
Bagai tali kalung bagi mata-mata permata
Semata cinta jugalah yang menjelma
Jadi gravitasi bagi berlaksa galaksi
Bagi bermilyar partikel jadi kohesi
Juga membuat aku dan kamu
Tak jemu-jemu bertemu
BERSAMA BURUNG-BURUNG BERARAK PULANG SENJA
Bersama burung-burung berarak pulang senja
Beramai-ramai para perempuan pekerja
Memenuhi perut angkutan kota
Dengan semarak canda senda
Salah seorang dari mereka
Menawarkan sekantung gorengan nangka
Sementara seorang yang lainnya
Iseng membuat wajah pak supir merona
Wahai, perempuan-perempuan pekerja
Meski mekar remajamu di antara mesin baja
Dan sisa gajimu hanya memberi gincu menyala
Serta pupur bercampur merkuri tinggi kadarnya
Namun tawa kalian yang membahana
Sungguh mengguncang perut angkutan kota
Ah, lengan-lengan padat coklat bercahaya!
Ah, dada-dada penuh mendongak bangga!
DAN HUJAN AKHIRNYA
Dan hujan akhirnya
Hanya hening
Tetapi dingin
Masih terus membara
Dari dinding ruang ini
Meski angin pun
Telah mereda derunya
Derum kendaraan
Di luar pekarangan
Seperti celetuk kikuk
Untuk menepis sepi
Dari tamu kemalaman
Setelah lama senyap
Dalam setengah lamunan
Kelopak bunga di taman
Pasti lelah bertahan
Menampung genangan
Tiga
Sisa rintik
Kian perlahan
Me
Ni
Tik
b e r b i s i k
Dengan batu-batu
KANTUNG MATA
Kantung mata
Yang menggelantung malas
Di bawah pelupuknya
Mengandung bertumpuk kantuk
Dari sepuluh tahun
Mimpi buruk pensiun
Saban malam coba dilarutkannya
Takut serta cemas mendera
Dengan keras wiski
Deras mengguyur
Dan gesit genitnya
Pelayan syur berbikini
Biar jantung dan hati
Menggembung dan pecah sekalian
Sebelum keburu diringkus
Oleh petugas kesejahteraan
Mesti meringkuk di panti
Menanti eksekusi mati
BILA DATANG DUKA BENCANA
Bila datang duka bencana
Janganlah keburu berburuk sangka
Mengira Tuhan sedang menghinakanmu
Dan alam mengkhianatimu
Sungguh kemuliaan dan kedekatan
Tidaklah terkait dengan kesenangan
Lihatlah dulu siapa dirimu sendiri
Dan bagaimana sikapmu menghadapi
Satu bencana yang sama
Berbeda makna dan manfaatnya
Sakit perih yang mendera diri
Adalah azab bagi pendosa keji
Bagi yang lalai khilaf teguran peringatan
Namun jadi ujian di hati yang beriman
Sedangkan untuk para wali rezeki
Dan perhiasan mahkota bagi nabi
KELENGANGAN JALAN YANG MEMBENTANG LAPANG
Kelengangan jalan yang membentang lapang
Dan merentang panjang di hadapan itu
Adalah untukku
Titik-titik cahaya gemintang dan lelampu kota
Yang berpijar gemetar di cakrawala sana
Adalah punyaku
Gemerisik syahdu pohonan, gelitik dingin angin basah,
Dan bisik merdu serangga dari kelabu bongkah batu
Adalah bagiku
Harum yang terburai ketika bunga-bunga bangun
Menguraikan ranum rahasia mereka
Adalah milikku
Ketika aku berjalan menyusuri hari larut begini,
Tengah seluruh warga beserta walikota
Abai terkulai memeluk mimpi-mimpi lena
Dan seperti putra mahkota alam yang muda perkasa
Jumawa aku melangkah tegak dan gagah
Merajai megah malam ini
KATA PAMIT
Sekian jauh langkah diayunkan
Tentulah banyak sesat tujuan
Kiranya dibenarkan,
Dibenarkan.
Sekian patah kata diguraskan
Tentulah ada hati yang gusar
Kiranya dimaafkan,
Dimaafkan.
Seperti halnya Podang
Sahaya hanya berdendang
Menurut alih musim
Mengikut silir angin
Sebelum peluru pemburu
Melesat laju menembus
Dan sayap kaku
Terlipat sendu
PERTANYAAN MUSIM SEMI
Semerbak semi seri kembang
Hiasi pohon bunga dan rumputan
Wangi warna harum cemerlang
Ditingkahi kicau burung bersahutan
Ah
Apakah artinya
Bila yang pergi setahun lalu
Tak akan pernah lagi kembali?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
SAJAK JALAN PAGI BERSAMA
Pagi seputih seragam baru dan sesegar rambut basah para bocah ketika kita berjalan menyusur tembok yang mengendapkan waktu di perkampu...
-
STOPPING BY WOODS ON A SNOWY EVENING Whose woods these are I think I know. His house is in the village though; He will not see me stopping h...
-
PEREMPUAN 1. Beri aku cermin kaca yang rata tak retak atau telaga bening yang tenang airnya atau genangan embun di telapak tangan bunga...
No comments:
Post a Comment