Thursday, September 28, 2006

KENANG-KENANGAN

I.
Belum lama aku belajar naik sepeda
Dan saat itu harus kukayuh sepeda baruku
Langsung dari toko menuju rumah
Hatiku girang bercampur tegang
Pantatku berkeringat di atas sadel
Tanganku gemetaran mengendalikan setang
(ia mengikuti dari belakang
Mengendarai vespa putih kesayangan)

Memang tidak gampang
Bersepeda untuk pertama kalinya
Di tengah padat lalu lintas jalan raya
Ketika hari telah bersalin senja
Seorang supir angkot menyalibku
Ia menggertak sembari membelalakkan mata
Namun segera terdengar gelegar bentakannya
“Heh, itu anakku”

Ah, itulah Bapakku!

II.
Sore hari di tepi Losari
Engkau mendukungku atas punggungmu
Hingga dapat kulihat jauh batas rentang cakrawala
Sementara lembut hangat matahari
Membasuh tengkuk dan harum angin laut
Mempermainkan rambutku

Saat bintang telah berdatangan
Dan bulan baru menyembul di antara dahan waru
Aku duduk di pangkuanmu, menyandar pada dadamu
Menghirup ruap melati dan sedap malam
Bertanya akan mereka: dari mana lahir, ke mana nanti pergi

Kelak, saat terbaring rebah di sampingmu
Akan kubisikkan kisah perjalananku
Menempuh cakrawala
dan bintang-bintang

Friday, September 22, 2006

SALAWATAN


photo: www.islamicfinder.com gallery


Pada setiap kedip mata
Pada setiap hela nafas
Pada setiap degup jantung
Pada setiap denyut nadi
Pada setiap geletar zarrah
Sebanyak mahluk nyata dan gaib
Dari awal hingga akhir masa
Sebanyak sel dan partikel
Penyusun tubuh renik hingga semesta raya
Sebanyak hitungan nikmat Tuhan
Dan kandungan ilmu Tuhan

Shalawat yang adzim
Salam yang takzim
Berkat yang berlimpah
Rahmat yang tercurah
Tanpa henti tiada putusnya
Senantiasa atas Paduka Nabi
Hamba dan rasul yang ummi
Beserta keluarganya tak terkecuali

Ia yang terdahulu diciptakan
Ia yang terakhir diutuskan
Ia yang terawal dibangkitkan
Ia yang kesaksiannya didengarkan
Pembagi syafaat yang pertama
Dan yang terutama
Ayat yang paling terang
Mukjizat hidup yang gemilang
Rahmat dan teladan
Di segala alam,
Bagi semua ciptaan

Kitab di hatinya, pedang di tangannya
Adalah jamal dan jalalnya
Dari insan paling kamal
Yang tak mundur meski setapak
Dalam setiap pertempuran
Melawan kekejian dan kemusyrikan
Di terik siang ketika hari membara
Yang tersungkur menangis tersedu
Dalam zikir dan tafakur
Kala larut malam dingin dan sepi
Paling sempurna makrifatnya
Namun terus berlaku sembah
Meskipun harus bersimpuh
Sebagai ganti tegak berdiri
Ketika lanjut usianya
Walaupun harus di papah
Oleh sahabat di kanan kiri
Saat sakit jelang ajalnya

Ia yang diperjalankan
Ia yang dekat dan didekatkan
Ia yang tinggi dan ditinggikan
Imam bagi para malaikat dan arwah
Penakluk para kaisar dan raja dunia
Yang duduk tidur di atas debu tanah
Makan dari roti gandum kasar
Menjahit sendiri jubah dan terompahnya
Yang doanya dikabulkan sebelum diutarakan
Dan kepadanya ditawarkan dunia seisinya
Namun hanya meminta rezeki
Bagi diri dan keluarga
Sekedar kenyang sehari, lapar sehari
Dan menahan sakit serta demam
Untuk menunjukkan indahnya jubah kerelaan
Megahnya mahkota kesabaran

Fitnah dan hujatan
Dari pembenci dan pendengki
Duga dan sangka
Dari si jahil dan gafil
Makian dan serapah yang sama
Yang turun temurun terus diwariskan dikunyah
Oleh para pengumpat pencela
Tak akan pernah menodai harkat martabatnya
Tak akan pernah menggoyahkan derajat luhurnya
Yang mencoba meludahi langit tinggi
Niscaya akan membasuh mukanya sendiri
Dalam curahan lendir hina

Wahai
Berdebaran rindu
Hati umatnya oleh cinta
Bergetaran takut
Hati musuhnya oleh wibawa
Meski terpisah raga
Oleh tempat dan masa
Sukmanya senantiasa
Membalas sapa
Hakikinya lebih dekat
Dari ibu dan bapa
Dan biarlah hangus terbakar hati mereka
Yang penuh angkuh bangga
Tertawa-tawa di atas tumpukan kebodohan
Di tengah hamparan kehampaan jiwa
Dalam kelamnya malam gulita
Yang memutus sendiri
Uluran tali rahmat
Lalu menutup mata
Dari tuntunan
Suluh hidayat

BEBERAPA SAJAK TERBARU



Photo courtesy of Joseph Rueben Elsinger, Iowa, USA


BAGAIKAN SAAT YANG PERTAMA

Bagaikan saat yang pertama
Sekaligus untuk terakhir kalinya
Ia terpana kerana biru langit, putih awan
Terkesima oleh kicau burung, hijau pohonan

Dan malamnya ia tidur dalam pulas
Dengan dada rela menerima ikhlas
Sekiranya tak bisa bangun lagi esok pagi
Seandainya nafas terakhir tak balik kembali

Namun kemudian hari matanya masih membuka
Meski harus disukuri, hatinya juga sedih kecewa
Batinnya: tugas apa lagikah harus kutuntaskan?
Janji dan hutang mana belum kupenuhi dan lunaskan?


RAGUKAN APA YANG BISA
-wasiat filsuf Theohedon kepada anaknya Antiteos

Ragukan apa yang bisa
Dan ingin kau ragukan
Agar bahagia

Ragukan segalanya
(tentu saja)
Selain dari adagia tadi

Tak ada tuhan ilahi
Tak ada firman suci
Tak ada kehidupan nanti

Hanya dirimu sendiri
Akal budi
Dan hari ini

Manusia terlampau mulia
Untuk tunduk takut
Pada yang tak kelihatan

Nah, sekarang engkau bebas
Mengawini babi perawan
Di kandang belakang


BERKATA PANGLIMA

Berkata panglima
Kita ada sedia
Peluru sebulan lama

Berkata diplomat
Proses memang berlarat
Seminggu lagi sepakat

Yang terusir hanya mencibir
Setiap menit yang bergulir
Buat kami bisa jadi yang terakhir


CEPATLAH DALAM TRANSAKSI
-nasihat seorang majikan kepada kasir

Cepatlah dalam transaksi
Tapi wajib kamu periksa teliti
Pembeli kita pada tergesa
Atau mereka yang larut pulangnya

Ramahlah secukupnya
Namun tetap waspada
Sedetik tak diawasi
Mereka pasti mencuri

Kalau bersikap seperti anjing
Perlakukan pula layaknya anjing
Dan jangan lupa, my friend
Dari pindaian harga tambahkan 50 sen


DENGAN TULUS TANPA PRASANGKA

Dengan tulus tanpa prasangka
Bunga-bunga datang berduyun-duyun
Terbang hinggap di simpang dedaun
Berkembangan memenuhi panggilan musim semi

Untuk disembelih angin musim gugur nanti


BAGAI TALI KALUNG BAGI MATA-MATA PERMATA

Bagai tali kalung bagi mata-mata permata
Semata cinta jugalah yang menjelma

Jadi gravitasi bagi berlaksa galaksi
Bagi bermilyar partikel jadi kohesi

Juga membuat aku dan kamu
Tak jemu-jemu bertemu


BERSAMA BURUNG-BURUNG BERARAK PULANG SENJA

Bersama burung-burung berarak pulang senja
Beramai-ramai para perempuan pekerja
Memenuhi perut angkutan kota
Dengan semarak canda senda

Salah seorang dari mereka
Menawarkan sekantung gorengan nangka
Sementara seorang yang lainnya
Iseng membuat wajah pak supir merona

Wahai, perempuan-perempuan pekerja
Meski mekar remajamu di antara mesin baja
Dan sisa gajimu hanya memberi gincu menyala
Serta pupur bercampur merkuri tinggi kadarnya

Namun tawa kalian yang membahana
Sungguh mengguncang perut angkutan kota
Ah, lengan-lengan padat coklat bercahaya!
Ah, dada-dada penuh mendongak bangga!


DAN HUJAN AKHIRNYA

Dan hujan akhirnya
Hanya hening

Tetapi dingin
Masih terus membara
Dari dinding ruang ini
Meski angin pun
Telah mereda derunya

Derum kendaraan
Di luar pekarangan
Seperti celetuk kikuk
Untuk menepis sepi
Dari tamu kemalaman
Setelah lama senyap
Dalam setengah lamunan

Kelopak bunga di taman
Pasti lelah bertahan
Menampung genangan

Tiga
Sisa rintik
Kian perlahan

Me

Ni

Tik


b e r b i s i k


Dengan batu-batu


KANTUNG MATA

Kantung mata
Yang menggelantung malas
Di bawah pelupuknya
Mengandung bertumpuk kantuk
Dari sepuluh tahun
Mimpi buruk pensiun

Saban malam coba dilarutkannya
Takut serta cemas mendera
Dengan keras wiski
Deras mengguyur
Dan gesit genitnya
Pelayan syur berbikini

Biar jantung dan hati
Menggembung dan pecah sekalian
Sebelum keburu diringkus
Oleh petugas kesejahteraan
Mesti meringkuk di panti
Menanti eksekusi mati


BILA DATANG DUKA BENCANA

Bila datang duka bencana
Janganlah keburu berburuk sangka

Mengira Tuhan sedang menghinakanmu
Dan alam mengkhianatimu

Sungguh kemuliaan dan kedekatan
Tidaklah terkait dengan kesenangan

Lihatlah dulu siapa dirimu sendiri
Dan bagaimana sikapmu menghadapi

Satu bencana yang sama
Berbeda makna dan manfaatnya

Sakit perih yang mendera diri
Adalah azab bagi pendosa keji

Bagi yang lalai khilaf teguran peringatan
Namun jadi ujian di hati yang beriman

Sedangkan untuk para wali rezeki
Dan perhiasan mahkota bagi nabi


KELENGANGAN JALAN YANG MEMBENTANG LAPANG

Kelengangan jalan yang membentang lapang
Dan merentang panjang di hadapan itu
Adalah untukku
Titik-titik cahaya gemintang dan lelampu kota
Yang berpijar gemetar di cakrawala sana
Adalah punyaku
Gemerisik syahdu pohonan, gelitik dingin angin basah,
Dan bisik merdu serangga dari kelabu bongkah batu
Adalah bagiku
Harum yang terburai ketika bunga-bunga bangun
Menguraikan ranum rahasia mereka
Adalah milikku

Ketika aku berjalan menyusuri hari larut begini,
Tengah seluruh warga beserta walikota
Abai terkulai memeluk mimpi-mimpi lena
Dan seperti putra mahkota alam yang muda perkasa
Jumawa aku melangkah tegak dan gagah
Merajai megah malam ini


KATA PAMIT

Sekian jauh langkah diayunkan
Tentulah banyak sesat tujuan
Kiranya dibenarkan,
Dibenarkan.

Sekian patah kata diguraskan
Tentulah ada hati yang gusar
Kiranya dimaafkan,
Dimaafkan.

Seperti halnya Podang
Sahaya hanya berdendang
Menurut alih musim
Mengikut silir angin

Sebelum peluru pemburu
Melesat laju menembus
Dan sayap kaku
Terlipat sendu


PERTANYAAN MUSIM SEMI

Semerbak semi seri kembang
Hiasi pohon bunga dan rumputan
Wangi warna harum cemerlang
Ditingkahi kicau burung bersahutan

Ah
Apakah artinya
Bila yang pergi setahun lalu
Tak akan pernah lagi kembali?

SAJAK JALAN PAGI BERSAMA

  Pagi seputih seragam baru dan sesegar rambut basah para bocah ketika kita berjalan menyusur tembok yang mengendapkan waktu di perkampu...