Wednesday, December 21, 2011

Proyek 1000 Haiku, Desember 2011

::
bulan, O, bulan
jangan dulu, janganlah
berlalu pergi

(0224/2011)
*
tak datang bulan
si dara di beranda
merenda sepi

(0223/2011)
*
candra purnama
bunga wangi membuka
seputih doa

(0222/2011)
*
terang purnama
si penjual martabak
menanti lingsir

(0221/2011)
*
jangan diciduk—
mengandung bulan
air tempayan

(0220/2011)
*
baju lembab oleh kabut
lebih lekat ia memeluk
mencari hangat

(0219/2011)
*
terlalu larut bermimpi—
rumput liar juga
panjangnya bertepi

(0218/2011)
*
niat baik ditampik—
biarkan rimbun bunga
sembunyikan gembur tanahnya

(0217/2011)
*
harapan ditertawai—
ku sandarkan lesu
di bawah rindang pohon

(0216/2011)
*
perjalanan berliku mendaki—
sendiri saja,
beban pun ringan

(0215/2011)
*
perjalanan nan panjang—
semoga dapat menatap wajahmu,
kembali padamu

(0214/2011)
*

catatan: no. 0213-0186 sedang dalam proses editorial penerbitan sehingga belum dapat diumumkan

*
kicau yang berbeda;
angin, pada dahan lain mana kini
burung kemarin hinggap memainkan nada?

(0185/2011)
*
memetik sebiji jambu
turut berluruhan: bulir-bulir
sisa embun

(0184/2011)
*
paras dwi-matra
tanganku tak kuasa
mengenangmu

(0183/2011)
*
matamata kita
bersitatap melintas ruang;
mauku kautau

(0182/2011)
*
bulan sabit
berkilauan punggung ikan
di kelam kolam

(0181/2011)
*
bulan sabit
tumpukan padi
habis panen

(0180/2011)
*
dangdut mendayu
berapa lagu lagi didendangkan
bertaut bebulu mata?

(0179/2011)
*
bilah-bilah bintang
membelahi bulan merah
berkilatan gelombang

(0178/2011)
*
tanpa benar-salah...
semut-semut menghambur dari liang
merubungi cecak buntung

(0177/2011)
*
ranting telanjang
tanpa dedaun dan bunga
namun berbuahkan bulan

(0176/2011)
*
belukar kabut pagi
pada setangkup roti bakar saya
terperangkap kuning surya

(0175/2011)
*
bunga disunting
sisa bintang turut terhambur
dalam luruhan embun

(0174/2011)
*
pohon tumbang melintang
akarnya kiri dikebiri selokan
kanan disunat galian

(0173/2011)
*
riang pasar sore
dangdut dan shalawat
sahut-menyahut

(0172/2011)
*
berpose sopan dengan
mahkota cahaya para santo:
politikus hedon

(0171/2011)
*
sosok tubuhmu
rimbun rumpun bambu
berdesik dalam angin

(0170/2011)
*
sembari mengendarai motor
perempuan itu merapikan
tepi kerudungnya

(0169/2011)
*
genangan air di mana-mana:
sampeyan sudah sampai di Venesia,
dengan sampan dan pengamen

(0168/2011)
*
bibir tipis mengerucut
hidung runcing menjulang: pengemis tua
meludahi hari sepi

(0167/2011)
*
perempuan tertidur pulas
bersandar pada bahu kursi dekat jendela;
purnama menyepuh wajahnya

(0166/2011)
*
bulan purnama
katak di tepi sumur dangkal
mengerjapkan matanya

(0165/2011)
*
sinar terakhir surya
sebelum terbenam, pamit menimpa
rimbun soka

(0164/2011)
*
bakal berudu dalam cerek,
lima bangkai lalat di dasar mangkuk:
tangguh perut rakyat cilik

(0163/2011)
*
hutan nipah menjulang sepi
sepanjang tepi sungai mengalir kelam
sang dara mencari saudaranya

(0162/2011)
*
pantai tujuh kilo ke utara—
parfum beraroma laut disemburkannya
mendeburkan debar dada

(0161/2011)
*
arus dari arah pulaumu
singgahkah ia lebih dulu, mengelus
betis dan telapakmu?

(0160/2011)
*
lampu padam
sejenak napas pun
tertahan

(0159/2011)
*
listrik padam—
tuk temukan lampu darurat,
sibuk mencari korek api

(0158/2011)
*
lampu padam
menderu masuk angin
dari pintu terbuka

(0157/2011)
*
mendung berhari
tak kukeluhkan bila teringat
terik kemarau

(0156/2011)
*
musim genangan air
kaki berkerut lebih renta
dari wajahku

(0155/2011)
*
deru angin, celetar halilintar,
seru seram meluncur bersusulan:
mulut berbuih tabib jalanan

(0154/2011)
*
berkerut-kerak menua
pangkal kaktus namun pucuknya
terus bercabang-bunga

(0153/2011)
*
pohon nyaris rubuh
sebatang dahannya bertahan
mencabang hijau

(0152/2011)
*
sendal jepit biru
lama tergeletak di bawah kursi
tanpa sepasang kaki

(0151/2011)
*
merah merona senja
truk sampah bak terbuka
turut serta mewarnai

(0150/2011)
*
dua nenek renta
di teras duduk bercakap--
senja akhir tahun

(0149/2011)
*

No comments:

SAJAK JALAN PAGI BERSAMA

  Pagi seputih seragam baru dan sesegar rambut basah para bocah ketika kita berjalan menyusur tembok yang mengendapkan waktu di perkampu...