Wednesday, July 07, 2010

SAJAK-SAJAK ANAK KOS (DARI ARSIP SAJAK LAMA)

(Dua sajak pertama, kenang-kenangan nge-kos di Bumi Parahyangan, Bandung, antara 1999-2002. Khusus sajak pertama, telah dilebay-lebaykan sedikit. Sajak terakhir, memori nge-kos di Bumi Kanguru, Australia antara 2005-2007 dan tanpa pe-lebay-an)


BALADA JENAKA MAHASISWA PERANTAUAN

Alkisah adalah seorang mahasiswa
Datang bertandang ke rumah sang guru besarnya
Sengaja mencoba mengulur-ulur topik perbincangan
Menunggu ajakan malam malam bersama ditawarkan

Hingga kehabisan bahan, akhirnya cuma bisa terdiam
– eh, ternyata sudah lewat jam sembilan malam –
raut muka tuan rumahpun mengisyaratkan kekesalan
namun tawaran yang diharap tetap tak dilontarkan.

Mulut meringis kecut perut menangis keroncongan pamit pulang
Hanya mampu berjalan kaki sembari iseng berdendang sumbang
Lewati deretan panjang warung padang, sate madura, kantin fast-food
Langkahnya perlahan agak terseret menahan air selera hampir semaput

Sampai di kamar sewaan, sekujur tubuh basah keringatan
Sukur masih tersisa air + sebiji pisang biarpun agak lunak kecoklatan
Senyum-senyum sendiri gelar kasur lalu langsung tidur bermimpi
Esoknya bangun kesiangan, tapak tangan kaki terasa dingin sekali

Lalu muncullah pak pos mengetuk-ngetuk pintu
Isi surat : kiriman untuk bulan ini jangan terlalu ditunggu
Menyusul ibu kos nongol sambil ngamuk nagih sewa
Ultimatumnya : kalau masih nunggak lagi, good bye saja !

Tidak sempat mandi tetapi langsung nimbrung ikut perkuliahan
Hadirnya paling belakangan tapi pulangnya ngacir paling duluan
Sudah itu seharian nongkrong di perpustakaan sampai waktu habis
Baca-baca koran minggu, majalah, dan surfing internet, serba gratis

Duh aduh aduh, alangkah enaknya hidup mahasiswa bujangan
Susah senang sendirian, tidak usah pusing mikirin tanggungan
Terbiasa nglakoni hidup prihatin begini mungkin juga nanti berguna
Selain dapat gelar sarjana, sekalian jadi orang sakti mandraguna.


LELAKI YANG LAPAR

Langit malam berdandan anggun bagai perawan
Gaunnya indah bermanik bintang berenda awan
Tetapi mengapa lelaki muda mengumpat pahit
Di dadanya anak burung gempar menjerit

Di lambungnya bersarang seekor ular hitam
Dengan mata membara lidah menjulur tajam
Ular hitam yang garang meliar menggeliat
Mendesis panjang dan menyemburkan bisa laknat

Dengan perut berkeriuk kosong dan kedinginan
Lelaki muda terus berjalan tersuruk sempoyongan ;
Langit malam menatapnya cemas berdebaran duka –
Janganlah ular hitam menerkam anak burung dalam dada !


SELAMAT JALAN MUSIM DINGIN

Segera pergi dan sekalian selamat jalan, musim dingin
Semoga tak perlu bertemu pula di tahun depan
Kawan pemurung yang baik sebenarnya,
Sayang ia tamu yang datang berkunjung terlalu lama
Berminggu-minggu memunggungi matahari

Semoga silam malam-malam melamun di bawah 5 derajat
Dalam kamar lembab berdinding kayu tanpa penghangat
Berteman selimut dilipat dua yang lembut namun melulu
Serba salah: mencari panjang, kurang lebar ia
Mencari lebar, kurang panjangnya

Semoga berlalu pula hari-hari kelabu dan sendu
Dengan angin yang meratap dan menyayat selalu
Hampir seminggu sudah termangu tanpa sekeping dolar
Pun sekedar untuk interlokal:
“Halo, apa kabar. Beta baik-baik saja di sini”

Segera pergi dan selamat jalan, kawan
Adios, Compadre. Adieu. Goodbye, my friend.
Biarlah tinggal berkarat sebagai kenangan
Cerek perengek yang pekikannya memekakkan telinga
Dan panci dadar yang telah sudi jadi pemanas portebelku

(2007)

No comments:

SAJAK JALAN PAGI BERSAMA

  Pagi seputih seragam baru dan sesegar rambut basah para bocah ketika kita berjalan menyusur tembok yang mengendapkan waktu di perkampu...