Sunday, July 15, 2007

DELAPAN SAJAK

KEPADA BAPAK IBU

Bapak ibu yang terhormat
Kepada siapakah gerangan
Engkau pasrahkan
Nasib dunia akhirat
Anak-anakmu?

Kepada pengasuh bayaran
Berusia belasan
Yang upahnya kau aniaya?
Kepada tenung televisi
Yang menolongmu tak perlu bicara
Meski seharian duduk berdampingan?
Kepada guru-guru sekolah
Bersama puluhan murid lain
Yang mengajar
Sembari mencemaskan
Rumah tangga mereka sendiri?
Kepada teman-teman sepermainan
Yang mengajarinya menyuntik lengan
Dan mengumbar kelamin?
Kepada labirin mal dan jajaran etalase
Yang mengajarinya belanja
Demi menjadi orang lain?

Bapak ibu yang terhormat
Sungguhkah mereka
Anak-anakmu?


TELAGA RAHASIA

Paku dukamu menancap dalam
Dan dalam dekapan liang dadaku
Lukapun memawar merah
Semerbak segar merebak rekah

Linangan air mata yang menggenang
Menjelma jadi sendang, tenang dan bening
Berkilauan dibelai bulan
Para peri berdendang sendu di tepinya

Bila suatu saat kelak
Kau datang melintas lewat
Tak akan kau lihat lagi
Jejakku terbenam guguran bunga

Akan kutahan erat
Hatiku
Yang ingin melesat
Bersama jerit perihnya


SEBILAH BELATI

Sebilah belati
Yang diselipkan malam hari
Di sela lipatan hati
Betapa nyaring
Menyanyikan nyerinya
Bagi setiap mimpi

Dentingnya
Kilaunya
Dinginnya

Teramat nyata
Bagi mata
Kataku


RAKYAT NEGERIKU BERHAMBURAN

Rakyat negeriku berhamburan
Ibu-ibunya
Merumput di trotoar
Dengan gerobak lapak seadanya
Yang kelak dibongkar
Kobaran api

Bapak-bapaknya berhimpitan
Di lambung pesawat
Menuju hutan negeri orang
Dan pulangnya limbung jadi rebutan
Diperas habis-habisan
Para aparat pelabuhan

Sedangkan anak-anaknya:
Menadahkan tangan
Menodongkan pisau
Menawarkan badan
Di simpang-simpang jalan
Nanti gantian digilir keamanan

Berakrobat jungkir balik, kalang kabut
Rakyat negeriku
Mesti mengurus nasib sendiri, setelah dikhianati
Orang-orang culas dan tak becus
Yang dahulu pernah bersumpah mati
Mampu mengurus nasib mereka

Para penipu dan pencuri ulung
Atasannya korupsi besar-besaran
Bawahannya pungli kecil-kecilan
Dalamannya minta ampun
Sedangkan kaki tangannya
Rakus dan kerasnya bukan main

Diperdaya sekian lama
Dirampok berkali-kali
Dibunuh berulang-ulang
Mereka hanya tegak diam
Dengan mata pejam
Dan basah di pipi kusam

Mereka yang telah
Kehilangan suara
Akan menuntut balik
Menggugat dengan kebisuan
Yang lebih tajam dan mencekam
Daripada sejuta mata lembing


SURAT RAHASIA

Kutulis surat ini
Justru karena tahu
Kau tak akan pernah membacanya

Semalamam mataku mencair
Memikirkan kepergianmu
Semalaman lamanya

Kau tak melihatnya, tentu
Keburu telah kuhapus sebelum kau
Menghardikku agar tak sentimental

Aku tidak semurung ini
Sebelum bertemu kau
Sebelum mulutku mengulum madu katamu

Telah pernah kudengar katak merdu bernyanyi
Tetapi tak sekalipun engkau sudi
Melontarkan sepatah janji

Meski engkau akan berdusta
Tak mengapa, berdustalah saja
Aku akan rela

Tetapi
Janganlah pergi
Seperti ini

Semalaman hatiku mengembun
Tak henti menyesali kemalanganku
Semalaman lamanya

Maka kutuliskan surat ini
Meski tahu
Kau takkan pernah membacanya


SELAMAT JALAN MUSIM DINGIN

Segera pergi dan selamat jalan, musim dingin
Semoga tak perlu bertemu pula di tahun depan
Kawan pemurung yang baik sebenarnya,
Sayang ia tamu yang datang berkunjung terlalu lama
Berminggu-minggu memunggungi matahari

Semoga silam malam-malam melamun di bawah 5 derajat
Dalam kamar lembab berdinding kayu tanpa penghangat
Berteman selimut dilipat dua yang lembut namun melulu
Serba salah: mencari panjang, kurang lebar ia
Mencari lebar, kurang panjangnya

Semoga berlalu pula hari-hari kelabu dan sendu
Dengan angin yang meratap dan menyayat selalu
Hampir seminggu sudah termangu tanpa sekeping dolar
Pun sekedar untuk interlokal:
“Halo, apa kabar. Beta baik-baik saja di sini”

Segera pergi dan selamat jalan, kawan
Adios, Compadre. Adieu. Goodbye, my friend.
Biarlah tinggal berkarat sebagai kenangan
Cerek perengek yang pekikannya memekakkan telinga
Dan panci dadar yang telah sudi jadi pemanas portebelku


TIGA KUNTUM HITAM

Tiga kuntum kembang hitam menyala
dalam kekelaman malam. Gelombang hangat cahaya
bagai gerombol ombak yang mengayunayunkan jiwa
dengan lidah lembutnya. Akan terkenang lewat desir
rahasia menjamah pantai tua yang meremang
karena senja. Meski hanya pasir
dan sisa cangkang terserak di pesisir, bila tiba
musim, marilah kembali ke sini, menjilati
kaki karang yang retak ini. Hempasan buih
memutih akan cukup memulihkan perihnya.
Abad demi abad berkelebat di pelupuknya
Namun mata yang pejam hanya melihat kalian:
Tiga kuntum hitam yang akan terus menyala dalam
Kekelaman arus malam


TESTIMONI

Aku tahu
Tanpa setitik ragu
Semuanya
Akan baik-baik saja

Semuanya
Akan baik-baik saja
Meskipun langit meruntuh
Dan bumi berkeping

Biar langit bumi binasa
Semuanya pasti baik-baik saja
Selama Kasihku
Masih tersenyum padaku

No comments:

SAJAK JALAN PAGI BERSAMA

  Pagi seputih seragam baru dan sesegar rambut basah para bocah ketika kita berjalan menyusur tembok yang mengendapkan waktu di perkampu...