KEPADA BAPAK IBU
Bapak ibu yang terhormat
Kepada siapakah gerangan
Engkau pasrahkan
Nasib dunia akhirat
Anak-anakmu?
Kepada pengasuh bayaran
Berusia belasan
Yang upahnya kau aniaya?
Kepada tenung televisi
Yang menolongmu tak perlu bicara
Meski seharian duduk berdampingan?
Kepada guru-guru sekolah
Bersama puluhan murid lain
Yang mengajar
Sembari mencemaskan
Rumah tangga mereka sendiri?
Kepada teman-teman sepermainan
Yang mengajarinya menyuntik lengan
Dan mengumbar kelamin?
Kepada labirin mal dan jajaran etalase
Yang mengajarinya belanja
Demi menjadi orang lain?
Bapak ibu yang terhormat
Sungguhkah mereka
Anak-anakmu?
TELAGA RAHASIA
Paku dukamu menancap dalam
Dan dalam dekapan liang dadaku
Lukapun memawar merah
Semerbak segar merebak rekah
Linangan air mata yang menggenang
Menjelma jadi sendang, tenang dan bening
Berkilauan dibelai bulan
Para peri berdendang sendu di tepinya
Bila suatu saat kelak
Kau datang melintas lewat
Tak akan kau lihat lagi
Jejakku terbenam guguran bunga
Akan kutahan erat
Hatiku
Yang ingin melesat
Bersama jerit perihnya
SEBILAH BELATI
Sebilah belati
Yang diselipkan malam hari
Di sela lipatan hati
Betapa nyaring
Menyanyikan nyerinya
Bagi setiap mimpi
Dentingnya
Kilaunya
Dinginnya
Teramat nyata
Bagi mata
Kataku
RAKYAT NEGERIKU BERHAMBURAN
Rakyat negeriku berhamburan
Ibu-ibunya
Merumput di trotoar
Dengan gerobak lapak seadanya
Yang kelak dibongkar
Kobaran api
Bapak-bapaknya berhimpitan
Di lambung pesawat
Menuju hutan negeri orang
Dan pulangnya limbung jadi rebutan
Diperas habis-habisan
Para aparat pelabuhan
Sedangkan anak-anaknya:
Menadahkan tangan
Menodongkan pisau
Menawarkan badan
Di simpang-simpang jalan
Nanti gantian digilir keamanan
Berakrobat jungkir balik, kalang kabut
Rakyat negeriku
Mesti mengurus nasib sendiri, setelah dikhianati
Orang-orang culas dan tak becus
Yang dahulu pernah bersumpah mati
Mampu mengurus nasib mereka
Para penipu dan pencuri ulung
Atasannya korupsi besar-besaran
Bawahannya pungli kecil-kecilan
Dalamannya minta ampun
Sedangkan kaki tangannya
Rakus dan kerasnya bukan main
Diperdaya sekian lama
Dirampok berkali-kali
Dibunuh berulang-ulang
Mereka hanya tegak diam
Dengan mata pejam
Dan basah di pipi kusam
Mereka yang telah
Kehilangan suara
Akan menuntut balik
Menggugat dengan kebisuan
Yang lebih tajam dan mencekam
Daripada sejuta mata lembing
SURAT RAHASIA
Kutulis surat ini
Justru karena tahu
Kau tak akan pernah membacanya
Semalamam mataku mencair
Memikirkan kepergianmu
Semalaman lamanya
Kau tak melihatnya, tentu
Keburu telah kuhapus sebelum kau
Menghardikku agar tak sentimental
Aku tidak semurung ini
Sebelum bertemu kau
Sebelum mulutku mengulum madu katamu
Telah pernah kudengar katak merdu bernyanyi
Tetapi tak sekalipun engkau sudi
Melontarkan sepatah janji
Meski engkau akan berdusta
Tak mengapa, berdustalah saja
Aku akan rela
Tetapi
Janganlah pergi
Seperti ini
Semalaman hatiku mengembun
Tak henti menyesali kemalanganku
Semalaman lamanya
Maka kutuliskan surat ini
Meski tahu
Kau takkan pernah membacanya
SELAMAT JALAN MUSIM DINGIN
Segera pergi dan selamat jalan, musim dingin
Semoga tak perlu bertemu pula di tahun depan
Kawan pemurung yang baik sebenarnya,
Sayang ia tamu yang datang berkunjung terlalu lama
Berminggu-minggu memunggungi matahari
Semoga silam malam-malam melamun di bawah 5 derajat
Dalam kamar lembab berdinding kayu tanpa penghangat
Berteman selimut dilipat dua yang lembut namun melulu
Serba salah: mencari panjang, kurang lebar ia
Mencari lebar, kurang panjangnya
Semoga berlalu pula hari-hari kelabu dan sendu
Dengan angin yang meratap dan menyayat selalu
Hampir seminggu sudah termangu tanpa sekeping dolar
Pun sekedar untuk interlokal:
“Halo, apa kabar. Beta baik-baik saja di sini”
Segera pergi dan selamat jalan, kawan
Adios, Compadre. Adieu. Goodbye, my friend.
Biarlah tinggal berkarat sebagai kenangan
Cerek perengek yang pekikannya memekakkan telinga
Dan panci dadar yang telah sudi jadi pemanas portebelku
TIGA KUNTUM HITAM
Tiga kuntum kembang hitam menyala
dalam kekelaman malam. Gelombang hangat cahaya
bagai gerombol ombak yang mengayunayunkan jiwa
dengan lidah lembutnya. Akan terkenang lewat desir
rahasia menjamah pantai tua yang meremang
karena senja. Meski hanya pasir
dan sisa cangkang terserak di pesisir, bila tiba
musim, marilah kembali ke sini, menjilati
kaki karang yang retak ini. Hempasan buih
memutih akan cukup memulihkan perihnya.
Abad demi abad berkelebat di pelupuknya
Namun mata yang pejam hanya melihat kalian:
Tiga kuntum hitam yang akan terus menyala dalam
Kekelaman arus malam
TESTIMONI
Aku tahu
Tanpa setitik ragu
Semuanya
Akan baik-baik saja
Semuanya
Akan baik-baik saja
Meskipun langit meruntuh
Dan bumi berkeping
Biar langit bumi binasa
Semuanya pasti baik-baik saja
Selama Kasihku
Masih tersenyum padaku
.....yang hadir mengisi di antara dua kesunyian--kelahiran dan kematian..... (An Indonesian poems corner ; the poet : Hendragunawan)
Sunday, July 15, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
SAJAK JALAN PAGI BERSAMA
Pagi seputih seragam baru dan sesegar rambut basah para bocah ketika kita berjalan menyusur tembok yang mengendapkan waktu di perkampu...
-
STOPPING BY WOODS ON A SNOWY EVENING Whose woods these are I think I know. His house is in the village though; He will not see me stopping h...
-
PEREMPUAN 1. Beri aku cermin kaca yang rata tak retak atau telaga bening yang tenang airnya atau genangan embun di telapak tangan bunga...
No comments:
Post a Comment