Penyusun:
Hendragunawan
Bersajak
tanpa aturan bagai bermain tenis tanpa net (Robert Frost)
Keberlimpahan
emosi, bahkan kegarangannya,
telah terkendali dan ditinggikan oleh disiplin
yang tak kenal ampun (D. Paul)
Pelajari
aturan lalu lupakan (Basho)
Pengantar
Dalam penulisan
haiku, sebagaimana halnya dalam penulisan puisi secara umum, ada tiga tahapan
untuk ditempuh. Pertama, bagaimana menulis sesuatu yang dapat dinilai sebagai
haiku oleh sebanyak mungkin pembaca berpengalaman (kriteria esensial). Tahapan
selanjutnya, bagaimana agar haiku yang telah ditulis memenuhi cita rasa umum
dalam hal keindahan (kriteria estetis). Terakhir, bagaimana menulis haiku
dengan gaya dan nada tertentu yang khas (kriteria
identitas/eksistensial).
A
- Definisi:
- “Puisi Jepang yang biasanya menggunakan sindiran dan perbandingan dalam menggambarkan sesuatu sehingga dapat membangkitkan emosi dan pandangan spiritual tertentu. Sajak haiku selalu sugestif, terdiri atas tujuh belas suku kata yang terbagi menjadi tiga larik, pertama lima suku kata, kedua tujuh suku kata, dan larik ketiga lima suku kata” (Kamus Istilah Sastra, Balai Pustaka)
- “Haiku is a short poem that uses imagistic language to convey the essence of an experience of nature or the season intuitively linked to the human condition” atau “haiku adalah puisi singkat yang menggunakan bahasa citraan untuk membungkus esensi dari sebuah pengalaman terkait alam atau musim yang secara naluriah terkait dengan keadaan manusiawi” (Haiku Society of America)
- Bentuk puisi klasik Jepang yang terdiri dari 17 on (gugus bunyi), memiliki kigo (penanda musim) dan kire (bunyi pematah).
B
- Prinsip Filosofis
1. Bertolak
dari materialitas: benda yang berada dalam konteks ruang dan waktu tertentu,
ditampilkan se-Ada-nya.
2. Ditulis ketika perhatian penulis terpusat pada dan tersedot oleh benda melalui jalan indrawi: penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan pencecapan. Begiu pula, ketika dibaca meninggalkan jejak dan gema dalam benak pembaca, dan membuka kemungkinan lapis pemaknaan yang lebih mendalam terkait hakikat kenyataan dan kemanusiaan.
3. Ketika kondisi kepenulisan di atas tercapai, semestinya ke-aku-an tidak lagi tegak dan kaku melainkan mengabur/melebur/beririsan dengan alam luar. Konkritnya: hindari kata aku, komentar/evaluasi, curahan hati.
4. Spontanitas dalam penghayatan atas momen; ditulis dalam satu sapuan, juga dapat dibaca dalam satu hembusan nafas.
2. Ditulis ketika perhatian penulis terpusat pada dan tersedot oleh benda melalui jalan indrawi: penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan pencecapan. Begiu pula, ketika dibaca meninggalkan jejak dan gema dalam benak pembaca, dan membuka kemungkinan lapis pemaknaan yang lebih mendalam terkait hakikat kenyataan dan kemanusiaan.
3. Ketika kondisi kepenulisan di atas tercapai, semestinya ke-aku-an tidak lagi tegak dan kaku melainkan mengabur/melebur/beririsan dengan alam luar. Konkritnya: hindari kata aku, komentar/evaluasi, curahan hati.
4. Spontanitas dalam penghayatan atas momen; ditulis dalam satu sapuan, juga dapat dibaca dalam satu hembusan nafas.
C - Prinsip Teknis
1. Tulis dalam satu baris tetapi hendaknya jangan sampai menjadi satu kalimat sempurna S+P+O+K. Jane Reichhold mengembangkan teori fragmen-frasa. Fragmen terdiri dari satu atau dua patah kata, sedangkan frasa merupakan kalimat tidak lengkap.
2. Sebaiknya terdapat jeda halus sesudah sepertiga awal atau sebelum sepertiga akhir. Jika memakai celah sepertiga awal, bagian selanjutnya biasanya berisi deskripsi. Sedangkan jika menggunakan celah sebelum sepertiga akhir, bagian terakhir biasanya merupakan solusi/sintesis tak terduga.
3. Pangkas kata yang tidak perlu, yang abstrak. Perhatikan susunan kalimat atau pemunculan imaji.
4. Patahkan kalimat yang telah dipangkas dan ditata menjadi tiga bagian: pendek-panjang-pendek. Syukur-syukur bisa memenuhi hitungan 5-7-5 suku kata.
5. Disarankan, sebuah haiku tidak memiliki judul, tidak menggunakan huruf besar, dan tidak memakai tanda baca.
Contoh penerapan teori fragmen-frasa:
Contoh
fragmen di awal:
hujan menderai
aliran
listrik pun
nyala-padam
(Jane
Reichhold)
Contoh fragmen
di akhir:
pagar kuburan
tak
dapat menahan
lili
putih
(Jane
Reichhold)
D
- Pantangan
·
1. Hindari kata sifat (seperti: sepi, sedih, meriah), kata cara (contoh: lembut, anggun), kata konseptual (misal: keadilan, kebahagiaan).
2. Hindari citraan jamak. Jika menggunakan citraan lebih dari satu, pastikan terdapat hubungan perbandingan/pertentangan/persesuaian/penjabaran antara keduanya, yang dipadukan dalam citraan/suasana/peristiwa pada bagian awal atau akhir haiku.
3. Hindari dekorasi dan pengejaran efek. Dekorasi: penggunaan persanjakan, diksi arkais, personifikasi, perumpamaan. Efek: berupaya liris, sur-realis, pernyataan filosofis/ideologis/religius, penghakiman, curahan hati.
1. Hindari kata sifat (seperti: sepi, sedih, meriah), kata cara (contoh: lembut, anggun), kata konseptual (misal: keadilan, kebahagiaan).
2. Hindari citraan jamak. Jika menggunakan citraan lebih dari satu, pastikan terdapat hubungan perbandingan/pertentangan/persesuaian/penjabaran antara keduanya, yang dipadukan dalam citraan/suasana/peristiwa pada bagian awal atau akhir haiku.
3. Hindari dekorasi dan pengejaran efek. Dekorasi: penggunaan persanjakan, diksi arkais, personifikasi, perumpamaan. Efek: berupaya liris, sur-realis, pernyataan filosofis/ideologis/religius, penghakiman, curahan hati.
E
- Teknik
Dari masa klasik, Fujiwara Teika
memperkenalkan kepada para sastrawan semasanya, 10 teknik penulisan tanka, yang
merupakan cikal bakal haiku. Jane Reichhold mengembangkan 24 teknik haiku dalam
bukunya Writing and Enjoying Haiku. Berikut ini empat teknik dasar, yang
diringkas, digabungkan dengan teknik lain, ataupun ditambahkan, beserta contoh
penggunaannya:
1. Jukstaposisi.
Menggabungkan dua citraan yang tidak berhubungan, memiliki kemiripan, atau
bahkan nampak berlawanan.
Contoh:
bunga azalea bermekaran
di desa gunung terpencil ini
nasi tanaknya putih
(Yosa Buson, 1715-1783)
sisir dan jepitan lucu
semuanya milik masa lalu—
guguran kamelia
(Nozawa Uko, wanita murid Basho, menceritakan menceritakan
perubahannya menjadi
biksuni yang berambut gundul,
terj. Ing. Makoto Ueda)
2.
Teka-teki.
Melontarkan pertanyaan yang tidak biasa untuk dijawab dengan
hal yang biasa saja, secara langsung atau tidak langsung
bunga gugur
terbang kembali ke rantingnya!
oh, kupu-kupu
(Moritake, 1452-1549)
Kemana
pergi
Bunga-bunga
di setapak
Seusai
musim panas
(Jane Reichhold)
3. Observasi naif.
Teknik ini diterapkan dengan melihat lanskap atau alam latar sebagai satu
bidang datar. Mirip seperti yang dilakukan oleh anak Taman kanak-Kanak ketika
menggambar di atas kertas gambarnya: gunung, jalan, sawah, pohonan dan matahari nampak sama besar tanpa
pembedaan perspektif jauh-dekat maupun kontur tinggi-rendah. Contoh:
langit juli
melebat oleh awan
pohon nan ranggas
melebat oleh awan
pohon nan ranggas
Hendragunawan
(0279/2012)
memandangi bintang
kunang-kunang
bergabung di
rasi kasiopea
(Jeanne Emrich)
4. Reportase datar.
Melaporkan suatu benda/peristiwa/suasana yang luar biasa, secara sambil lalu. Dalam
haiku berikut, derita penyakit yang dialami penyairnya, diungkapkan tanpa
melankoli dan bahkan cenderung mengundang kuluman senyum.
mata kananku
tak dapat melihat istriku
kutatap dengan yang kiri
(Hino Sojo, 1901-1956)
F
– Kesan
Gabungan pemilihan objek, teknik, dan sudut pandang, akan menghasilkan kesan keseluruhan dalam sebuah karya. Berikut beberapa kesan penting yang berakar dalam estetika bangsa Jepang:
1.Wabi
(keindahan dari kesederhanaan)
bazar
akhir tahun
aku
akan pergi dan membeli
obat
nyamuk bakar
(Matsuo
Basho, 1644-1694)
2.Sabi
(keanggunan dari keusangan dan keterpencilan)
pagar bambu tua
seakan mempersembahkan
bunga Keria.
(Issa,
terj ing. Mackenzie).
3.Yugen
(keagungan yang misterius)
di
dahan ranggas
gagak
hinggap
senja
musim gugur
(Basho,
terj ing. Henderson)
4.Shibumi
(keanggunan yang timbul dari penggunaan teknik secara hemat, tepat, dan
sempurna)
telaga
katak
nyem-
plung
(Basho,
terj. Ing. Blyth)
5.Karumi
(keentengan hati, timbul dari sikap tawakal dan ridha)
lebih
tinggi dari bulan
tak
terbelenggu apapun
elang
bernyanyi
(Basho, terj. Ing. Makoto Ueda)
G
– Penutup
Demikian panduan dasar penulisan haiku.
Jika ingin melanggar pantangan ataupun anjuran yang telah menjadi patokan
klasik, lakukan dengan sebaik mungkin.
Yogyakarta, 29 Januari 2017
No comments:
Post a Comment