TAMALANREA, MALAM SEBELUM GERIMIS REDA
pohonan ki hujan dan jati belanda
juga flamboyan dan angsana
berjajar di sepanjang jalan
gemetar dijamah angin selatan
pendar cahaya lampu-lampu ukir
memang tak berdaya untuk mengusir
malam yang datang bawa senyap
menyihir kita jadi bayang gelap
sepasang wajah yang karib
sekarang musnah perlahan raib
saya takut, lembut cemasmu
pegang tanganku, sahutku
lenganmu yang penuh dan telanjang
sungguh membuatku meremang
rambutmu meruapkan wangi
lebih hunjam dari setanggi
maka selirih bisikan ada yang luruh
bersama rintik ketika tiba meruntuh
dan di halte kecil yang ditinggalkan
helai-helai kecupan pun bertanggalan...
EPISODE
Aku berjalan perlahan seorang diri
menyusuri tepi bulevar tamalanrea yang sepi
menembusi sisa-sisa gerimis
sehabis hujan sore hari.
Di tepi kanan-kiri jalan
lampu-lampu merkuri telah dinyalakan
membangkitkan kembali kenangan-kenangan lama
yang selama ini nyaris terhapus lupa.
Wangi tanah basah
dan harum rerumputan meruap
menggeletarkan seluruh atom tubuhku.
Sementara bunga-bunga merah kecil
dan dedaunan kuning tua
menderas berguguran dihembus angin senja
memenuhi batang jalan
--beberapa jatuh di atas kepalaku
dan sengaja tak kusapu.
Sebentar lagi malam.
PINTU DUA, TAMALANREA
Sayap-sayap langit kelam kelabu
menaungi rumah-rumah beratap merah bata
dan menyalakan cahaya kuning jingga
pada pucuk lampu-lampu jalan.
Lalu ia merentang dan mengepakkan sayap-sayapnya
karena mabuk oleh rasa senang yang entah datang dari mana
maka dengan tenang, bunga-bunga kuning mungil dari angsana
dan bunga-bunga merah kecil dari flamboyan
luruh berhamburan, cemerlang berbaur diaduk angin selatan.
TAMAN PARKIR REKTORAT UNHAS, TAMALANREA
oleh untaian tabir hujan
turun di akhir tahun
taman parkir kena sihir
seindah lukisan cat air
pohon-pohon samar
dan bangku-bangku gemetar
sedang di pelataran gedung
kami pun harus berlindung
ada yang mengumpat
oleh jadwal yang lat
ada yang resah cari arah
dan cara hindari basah
namun aku hanya tertegun
tak ingin bangun
dari pukau pesona
lukisanNya
(1992-2002)
.....yang hadir mengisi di antara dua kesunyian--kelahiran dan kematian..... (An Indonesian poems corner ; the poet : Hendragunawan)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
SAJAK JALAN PAGI BERSAMA
Pagi seputih seragam baru dan sesegar rambut basah para bocah ketika kita berjalan menyusur tembok yang mengendapkan waktu di perkampu...
-
STOPPING BY WOODS ON A SNOWY EVENING Whose woods these are I think I know. His house is in the village though; He will not see me stopping h...
-
PEREMPUAN 1. Beri aku cermin kaca yang rata tak retak atau telaga bening yang tenang airnya atau genangan embun di telapak tangan bunga...
No comments:
Post a Comment