Monday, April 10, 2006

HAIKU HATIKU



(Photo courtesy of Joseph Ruben Elsinger, Iowa, USA)



HAIKU SENJA

1.
dingin angin menyentuh
malampun jatuh, di telaga
sepasang gangsa berenang saling menjauh

2.
seekor unggas terbang bergegas
mengerang
diserang malam


HAIKU MALAM

Burung malam terbang menjerit
menggarit kelam langit
sudah itu, sunyi menghimpit.


HAIKU SUBUH PERTAMA BULAN PUASA

Beberapa anak asyik bercerita
tentang hidangan buka puasa
dan baju serta sepatu baru.


HAIKU KABUT

Di puncak gunung pada ujung subuh
langit biru bumi kelabu bersetubuh :
kabutpun tumbuh.


ENAM HAIKU KUCING

1.
Tempat tidur busa baru,
kucing lelap bermalasan di atasnya
seharian.

2.
Terbangun tiba-tiba
di sebelahku :
kucing asyik bermimpi.

3.
Larut malam, lampu padam tiba-tiba
dalam kegelapan, seekor kucing
mengeong, sekali.

4.
Terbangun tengah malam;
di luar, di bawah jendela kamar
seekor kucing menangis.

5.
Ketika diberi ikan dan nasi basi
simpanan sisa kemarin pagi
si kucing melengos mengeong pergi.

6.
Semalam hujan deras tercurah
kucing yang tidur di teras rumah
pagi ini bersin-bersin dan muntah.


OMBAK

dari samudera jauh di utara, ombak kembara lelah
di bibir pantai kota sebentar ia singgah memecah
lalu pergi lagi bagai bocah berhati gelisah


DUA HAIKU LAUT

1.
Samodra Raya
dalam garam mengkristal
dibakar Sang Surya

2.
Tengadah menatap langit selalu
laut pun
biru


SUNGAI

1.
yang menyanyi lirih, seperti doa
yang mengalir sedih, seperti duka
yang mengukir perih, seperti luka

2.
yang sendiri merintih, tiada berdua
yang melata lamban sekali, letih bagai orang tua
yang mencari tak henti-henti, laut lama tak jua bersua


HAIKU PERIGI

yang mengalami penuh
dari dan di dalam
dirinya sendiri


EMPAT HAIKU DARI HALAMAN RUMAH

1.
Di bawah jendela :
keindahan bunga-bunga aneka warna
menyengat bau kotoran kucing.

2.
Di luar pagar
bunga-bunga juga subur mekar mempesona
minum air selokan tak mengalir.

3.
Ada angin datang mengirim dingin,
ada awan tiba membawa hujan,
dan bagai perawan bumipun berdandan.

4.
Dari dasar lumpur telaga biru
teratai tumbuh penuh rindu
menatap matahari selalu.


HAIKU HUJAN MALAM-MALAM

hujan kian tajam
di pelupuk hari yang pejam;
berlarian, peri impian malam


HAIKU TELEPON

tengah malam hari
telepon menjerit sendiri
takut akan sunyi


HAIKU SYUKUR PAGI HARI

Pagi ini cukup bahagia
sepasang kaus kaki yang baru diganti
sejuk segar membungkus kakiku.


HAIKU PAGI HARI SETELAH HUJAN SEMALAMAN

Semalam hujan angin tanpa henti —
Pagi ini kujulurkan kedua kaki
Biar dihangati mentari


HAIKU GENANGAN AIR

bahkan genangan sisa hujan
di lubang tepi jalan
memantulkan caya purnama berkilauan.


HAIKU DI BAWAH PURNAMA

di bawah purnama emas
lelaki tua berambut perak
menari-nari sendiri.


HAIKU DESEMBER 2003

langit kelam kelabu
namun hujan yang jatuh satu-satu
menenangkan geliat debu


HAIKU ANAK KUCING KECIL

kucing kecil yang kemarin
kulihat di sudut itu menggigil dingin
di manakah engkau kini? masihkah dapat bermain?


HAIKU MATI LAMPU

lampu padam ;
alangkah tajam
jerit jarum jam!


TUJUH HAIKU

1. Cinta:
luka paling suka
di kedalaman
palung duka

2. Mesjid:
kesunyian telaga hijau
oleh sujud
melumut

3. Desa:
bukit-bukit bunyi
membait
sunyi

4. Kota:
kotak-kotak kaca
sesak
oleh kata

5. Mal:
kuil berhala
bagi tuhan paling ilahi:
birahi insan

6. Maut:
sekerat demi sekerat
berakar beruratkarat
saatnya sekarat

7. Badai:
deras hujanmu
deru anginmu:
desah kesahku


PETUNJUK MENYEBERANGI JALAN

bahaya memanglah tak tentu
tetapi melangkah mundur ataupun maju
jangan pernah ragu


SUMUR MALAM

di dasar sumur malam
jernih dan dalam
bersinar berpendaran
bulan


HAIKU TELEPON

tengah malam hari
telepon menjerit sendiri
takut akan sunyi


KESIMPULAN TERAKHIR

alam raya, dimanakah tepinya?
adam saya, dimanakah intinya?


PERTANYAAN BAGI SEBUTIR DEBU

Adakah engkau terasing sendiri dari Tuhan;
Ataukah sedang berpusing di dalam Tuhan?


ARSITEKTUR SUDUT KAMAR

Sarang laba-laba di sudut kamarku
Alangkah indahnya ia
Ditimpa cahya surya!


TUJUH HAIKU TENTANG KEMATIAN ITU

1.
Di hadapan jenazah
sepasang pengantin menikah
- ah !

2.
Malam ini oom iko menikah di gorontalo,
pukul sembilan kami melayat ke rumah oom oku--
ia meninggal sore tadi

3.
Yang datang sendiri
juga pergi sendiri, tiada kembali
di ruang menganga luka, meraung sepi.

4.
Melesat kuntaku
menembus tubuhmu rindu
-- hasratkan sarungnya !

5.
Mekar menyebar wangi semerbak
memutih ia menyibak kelam
: bunga sedap malam.

6.
Sehelai daun kuning dari ranting belimbing
jatuh berpusing perlahan begitu hening
-- bayi di buaian terbangun menangis nyaring.

7.
ada pohon, cabang-cabangnya tengadah membuka bagai memohon
pada dahan sepasang podang mendendangkan tembang perjodohan
dari rantingnya : bunga merah kecil luruh sendiri tanpa rintihan


HAIKU KUPU-KUPU

Kupu-kupu, kupu-kupu,
pernahkah kau sesali wujudmu dahulu
sbagai ulat kecil berbulu di dahan pohon jambu ?


HAIKU KEMATIAN

kristal ruh dipecahkan
cahayanyapun berpendaran
sekuntum mawar, mekar pelahan.


WUDHUK TIGA BASUHAN

Kubersihkan tubuhku
Kusucikan ruhku
Kuhapus adaku


EMBUN DI BUNGA ROS

seperti tailalat di paras gadis manis
setitik sisa hujan dibubuhkan langit
menambah cerah wajah ros merah


HAIKU MALARIA

hanya setitik gigitan nyamuk
prajurit itu bagai si gila ngamuk
terkapar ambruk, oleh maut dibekuk


TAKZIAH (1)

selama hidupnya dia tersia-sia
ketika mati kita rancang tangis bagi ia
besok, tertawa bahagia bagai sediakala


TAKZIAH (2)

“Almarhum orang baik. Saya pernah seproyek dengannya.”
“Oh, ya. Eh, kalau dibutuhkan, saya ingin ikut terlibat.”
“Pak Anu gimana sekarang? Masih menjabat?”


TELEGRAM DUKA

Tiba kabar pagi hari:
si anu telah mati;
aneh, aku tak beriba hati!


HAIKU MENYUSURI TEPI JLN. DR RATULANGI, U.P.

Dari celah bata kelabu trotoar jalan: rumputan kecil hijau
bermahkota butiran air sisa hujan
meriap berkilau.


DI KEBUN BINATANG

Sekerumunan orang menertawai
seekor monyet
yang menertawai sekerumunan orang.


HAIKU BULAN MATI

Bulan mati --
laut
terus bernyanyi.


HAIKU MENJELANG SUBUH

Terangnya cahaya bulan
Membakar hangus diriku
Dingin seribu sembilu


HAIKU KUCING DI ATAS ABU

Di atas tumpukan hitam kelabu abu sisa pembakaran
seekor kucing berbulu kuning terang
duduk tenang bersemayam
dan dengan mata terpejam
ia tersenyum


SAJAK JALAN PAGI BERSAMA

  Pagi seputih seragam baru dan sesegar rambut basah para bocah ketika kita berjalan menyusur tembok yang mengendapkan waktu di perkampu...