Aku rasa aku telah jatuh cinta
Kepada sebatang pohon itu
Tumbuh di tengah petak sawah
Yang tersisa di dekat pemukiman
Lebih ramping, kukuh dan sepi ia
Daripada seorang gadis penyendiri
Sebatang pohon yang sederhana
Bahkan dengan mudah dapat digambar ditiru
Oleh kanak sekolah rendah kelas satu
Namun juga betapa indah dan anggun ia:
Sebatang pohon yang sungguh-sungguh tampak
Sebagaimana layaknya sebatang pohon harus tampak
Setiap melalui jalan kampung
Kusempatkan menoleh menatapnya
Penuh kagum dan terpesona
Ia pasti juga selalu
Menanti saat aku lalu dan berpaling
Atau sekedar mengerling kepadanya
Kini petak sawah telah terjual
Dan tengah dimatangkan
Dikeringkan dan ditimbun
Untuk pembangunan rumah
Semoga ia tidak ditumbangkan
Oleh sang pemilik baru
Aku tentu akan sangat kehilangan
Jika kembali melalui jalan
Di mana kami dahulu sering
Saling mengerling dan memandang
Meski tak pernah bertegur sapa
Bertukar kata
(2011)
.....yang hadir mengisi di antara dua kesunyian--kelahiran dan kematian..... (An Indonesian poems corner ; the poet : Hendragunawan)
Saturday, May 21, 2011
9 HAIKU
HAIKU MENGOLAH PRANA
1.
Duduk mengolah prana
Jumat pagi ini
Betapa manis segarnya!
2.
Duduk mengolah prana
Hanya makan hawa
Bagaimana pula para mahluk cahaya?
(2011)
HAIKU DI ATAS ANGKOT
Di dalam angkot: berbaur bau tubuh
rakyat penuh keringat, namun lebih harum terhormat
dari parfum anggota dewan
(2011)
HAIKU JAM DINDING TUA
Bahkan 12 dentangannya pun
terdengar serak memelas
dan menyimpan gementar
(2011)
HAIKU BOCAH KERAS KEPALA
Tidak apa saya tak dapat!
Teriak si bocah angkuh berlari menjauh
--titik air mata jatuh
(2011)
HAIKU SUMPAH MAFIA
Barang siapa tertangkap tangan mencuri
kawan yang lain mesti sigap
bersikap polisi
(2011)
HAIKU PENDIDIKAN
Bocah sekolah dasar berbonceng tiga
Di atas motor dinas tanpa helm, ngebut melambungi
Pak Guru tertatih berjalan kaki
(2011)
HAIKU RUMAH KOSONG
Sepasang kupu-kupu putih kecil
terbang berputaran, menari berpesta
di halaman yang ditelantarkan
(2011)
HAIKU PERSIAPAN
Telah ia persiapkan kafan
Entah kapan
Akan jadi pakaian
(2011)
KUATRIN HAIKU: KESUNGGUHAN
Tubuhnya sengit condong ke depan
Kening berkerut keras, alis erat bertautan
Mencoba mengayuh sepenuh tenaga
Si bocah di atas sepeda roda tiga
(2011)
1.
Duduk mengolah prana
Jumat pagi ini
Betapa manis segarnya!
2.
Duduk mengolah prana
Hanya makan hawa
Bagaimana pula para mahluk cahaya?
(2011)
HAIKU DI ATAS ANGKOT
Di dalam angkot: berbaur bau tubuh
rakyat penuh keringat, namun lebih harum terhormat
dari parfum anggota dewan
(2011)
HAIKU JAM DINDING TUA
Bahkan 12 dentangannya pun
terdengar serak memelas
dan menyimpan gementar
(2011)
HAIKU BOCAH KERAS KEPALA
Tidak apa saya tak dapat!
Teriak si bocah angkuh berlari menjauh
--titik air mata jatuh
(2011)
HAIKU SUMPAH MAFIA
Barang siapa tertangkap tangan mencuri
kawan yang lain mesti sigap
bersikap polisi
(2011)
HAIKU PENDIDIKAN
Bocah sekolah dasar berbonceng tiga
Di atas motor dinas tanpa helm, ngebut melambungi
Pak Guru tertatih berjalan kaki
(2011)
HAIKU RUMAH KOSONG
Sepasang kupu-kupu putih kecil
terbang berputaran, menari berpesta
di halaman yang ditelantarkan
(2011)
HAIKU PERSIAPAN
Telah ia persiapkan kafan
Entah kapan
Akan jadi pakaian
(2011)
KUATRIN HAIKU: KESUNGGUHAN
Tubuhnya sengit condong ke depan
Kening berkerut keras, alis erat bertautan
Mencoba mengayuh sepenuh tenaga
Si bocah di atas sepeda roda tiga
(2011)
Sunday, May 15, 2011
HAIKU-HAIKU
1.
Kawanan kerbau hutan
Berlarian dihalau setan:
Perempatan jalan metropolitan
2.
Terang terik mentari kemarau
Telapak sepatu memberat
Rekat di aspal jalan
3.
Alir air menyentuh batu
Di kolam resor, di selokan kotor
Sama merdu
4.
Semasa masih terang
Menampak mata, tapak kaki
mampu mencapai
5.
Kutu-kutu, silakan mana suka
Aku atau buku-bukuku
Di dipan sempit ini
6.
Langit bulan Mei berkilauan membuka
-irama hujan, harum tanah
dan sejuk hawa: sampai jumpa!
7.
Buku saku baru ini
Ternyata penuh berisi haiku
Penaku mengikuti saja
8.
Rumah tua
Tak dijual tak dihuni
Apa salahnya?
9.
Tokek dan cecak
Yang satu mengaku
Satu takjub
10.
Sepedaku tua
Dibeli tangan kedua
Meski karatan, masih setia
11.
Tak ada angin lagi
Layangan mengawang
Makin tinggi saja
12.
Jendela tua
Bunga baru mekar
Di dahan yang dahulu
13.
Termangu di jendela
Bocah menunggu
Ayah ibu pulang kerja
14.
Belum terik siang
Bocah sudah merajuk: patua,
Lamanya mamaku pulang
(catatan>pa tua: papa tua, paman kakak dari ibu)
15.
Pagi hari libur
Kenapa juga klakson
Tetap sengit nyaringnya?
16.
Di hari libur terjepit
Rumah sehat tutup
Tahan dulu sakit
17.
Sekian lama berkuasa
Makin samar: mana negara mana saya
Serasa sama saja kini
(2011)
Kawanan kerbau hutan
Berlarian dihalau setan:
Perempatan jalan metropolitan
2.
Terang terik mentari kemarau
Telapak sepatu memberat
Rekat di aspal jalan
3.
Alir air menyentuh batu
Di kolam resor, di selokan kotor
Sama merdu
4.
Semasa masih terang
Menampak mata, tapak kaki
mampu mencapai
5.
Kutu-kutu, silakan mana suka
Aku atau buku-bukuku
Di dipan sempit ini
6.
Langit bulan Mei berkilauan membuka
-irama hujan, harum tanah
dan sejuk hawa: sampai jumpa!
7.
Buku saku baru ini
Ternyata penuh berisi haiku
Penaku mengikuti saja
8.
Rumah tua
Tak dijual tak dihuni
Apa salahnya?
9.
Tokek dan cecak
Yang satu mengaku
Satu takjub
10.
Sepedaku tua
Dibeli tangan kedua
Meski karatan, masih setia
11.
Tak ada angin lagi
Layangan mengawang
Makin tinggi saja
12.
Jendela tua
Bunga baru mekar
Di dahan yang dahulu
13.
Termangu di jendela
Bocah menunggu
Ayah ibu pulang kerja
14.
Belum terik siang
Bocah sudah merajuk: patua,
Lamanya mamaku pulang
(catatan>pa tua: papa tua, paman kakak dari ibu)
15.
Pagi hari libur
Kenapa juga klakson
Tetap sengit nyaringnya?
16.
Di hari libur terjepit
Rumah sehat tutup
Tahan dulu sakit
17.
Sekian lama berkuasa
Makin samar: mana negara mana saya
Serasa sama saja kini
(2011)
HAIKU-HAIKU SETELAH KEDATANGAN TAMU
1.
Maaf, kawan, mesti berhimpit
Di kamar sesempit ini kita
Berebut tempat dengan buku-buku
2.
Tak ada ia teraba
Namun nyata terasa
Hadir nyala dalam dada
3.
Tepat waktunya, suci tempatnya,
Tertentu tujunya; lisan memuja, pula tindakan
Sementara fikir menyelami, rasa mengalami
4.
Ahay, sehembus angin
Selepas asar
Semesta bernafas lega
5.
Begini banyaknya nyamuk!
Kemarau benar tiba, para cicak
Tentu makmur dan bersyukur
6.
Nyamuk, hati-hati
Jika tertidur nanti, tak sadar
Mungkin ku akan meremukkanmu
7.
Kupadamkan lampu rumah
Menjemput purnama
Di beranda
8.
Terima kasih, Muhari
Kunjunganmu sore hari ini
Memberiku tujuh biji haiku
(2011)
Maaf, kawan, mesti berhimpit
Di kamar sesempit ini kita
Berebut tempat dengan buku-buku
2.
Tak ada ia teraba
Namun nyata terasa
Hadir nyala dalam dada
3.
Tepat waktunya, suci tempatnya,
Tertentu tujunya; lisan memuja, pula tindakan
Sementara fikir menyelami, rasa mengalami
4.
Ahay, sehembus angin
Selepas asar
Semesta bernafas lega
5.
Begini banyaknya nyamuk!
Kemarau benar tiba, para cicak
Tentu makmur dan bersyukur
6.
Nyamuk, hati-hati
Jika tertidur nanti, tak sadar
Mungkin ku akan meremukkanmu
7.
Kupadamkan lampu rumah
Menjemput purnama
Di beranda
8.
Terima kasih, Muhari
Kunjunganmu sore hari ini
Memberiku tujuh biji haiku
(2011)
Friday, May 13, 2011
WRITER'S BLOCK DAN SAJAK-SAJAK LAIN
WRITER’S BLOCK
Beberapa kali sempat berpacar
Inspirasi ngadat, puisi tak lancar;
Adakah gerangan sang dewi puisi
Cemburu pada si dara berkawat gigi?
(2011)
CINTA RAHASIA
Aku rasa aku telah jatuh cinta
Kepada sebatang pohon itu
Tumbuh di tengah petak sawah
Yang tersisa di dekat pemukiman
Lebih ramping, kukuh dan sepi ia
Daripada seorang gadis penyendiri
Setiap melalui jalan kampung
Kusempatkan menoleh menatapnya
Penuh kagum dan terpesona
Ia pasti juga selalu
Menanti saat aku lalu dan berpaling
Atau sekedar mengerling kepadanya
Kini petak sawah telah terjual
Dan tengah dimatangkan
Dikeringkan dan ditimbun
Untuk pembangunan rumah
Semoga ia tidak ditumbangkan
Oleh sang pemilik baru
Aku tentu akan sangat kehilangan
Jika kembali melalui jalan
Di mana kami dahulu sering
Saling mengerling dan memandang
Meski tak pernah bertegur sapa
Bertukar kata
(2011)
TRAGEDI HUJAN KOTA
Berpuluh kilo
telah ia tempuh
terengah
hanya untuk jatuh
karena mencintai tanah
ingin ia membasahi
segala jalan dan pekarangan kita
Namun aspal tebal
dan pelataran beton kota
berkomplot melontarkan ia
kembali ke selokan
terus mengalihkan alirnya
hingga berakhir tumpah
di lautan
Tersia datangnya
tanpa sempat berjumpa
sekedar mengusap
membasuh dan mengisi
kaki akar bunga
mulut sumur
hati bumi
Kepada lubuk samudera
berbisik ia
terisak mengadu
sedangkan langit
yang terbentang tahu
mengelabu mendung
membendung sedu
(2011)
HAIKU BOCAH BELAJAR MENULIS
Riang gembiranya, riya bangganya
Meski baru bisa
Membubuhkan senoktah titik tipis
(2011)
KERINDUAN
Rindunya bunga
Larut dalam tanah
Rindunya garam
Larut dalam samudera
Rindunya embun
Larut dalam angin
Rindunya bara
Larut dalam nyala
Rindunya bianglala
Larut dalam cahaya
Rindunya aku
Larut dalam-
Mu
(2011)
SEMOGA SAJAK-SAJAK INI ADALAH
Cambuk petir
Menghantam hutan
Dengan api
Membangunkan benih
Dari tanah
Tiang angin
Membadai berpusing
Mengukir kembali
Bukit lembah
Bentang gurun
Bubungan asap
Dari altar korban
Menjulang tinggi
Menggamit langit
Membujuk minta
Seuntai bianglala
Lengkung di cakrawala
Menguraikan
Rahasia warna
Sang surya
Sebatang sungai
Membawa desis
Rindu damba
Gunung pusat benua
Jauh ke jantung samudera
Spiral asam
Menyimpan sisa
Sidik jari
Dari masa
Mula penciptaan
Sehelai selendang
Milik bidadari
Yang sedang mandi
Dan berdendang
Di sendang
Setangkai ranting
Menating bunga
Menyamarkan
Garis langit
Dari pandangan
Atau sekedar
Seuntai pita
Di bungkus bingkisan
Menghias kejutan
Yang manis
Untukmu
Semoga
(2011)
Beberapa kali sempat berpacar
Inspirasi ngadat, puisi tak lancar;
Adakah gerangan sang dewi puisi
Cemburu pada si dara berkawat gigi?
(2011)
CINTA RAHASIA
Aku rasa aku telah jatuh cinta
Kepada sebatang pohon itu
Tumbuh di tengah petak sawah
Yang tersisa di dekat pemukiman
Lebih ramping, kukuh dan sepi ia
Daripada seorang gadis penyendiri
Setiap melalui jalan kampung
Kusempatkan menoleh menatapnya
Penuh kagum dan terpesona
Ia pasti juga selalu
Menanti saat aku lalu dan berpaling
Atau sekedar mengerling kepadanya
Kini petak sawah telah terjual
Dan tengah dimatangkan
Dikeringkan dan ditimbun
Untuk pembangunan rumah
Semoga ia tidak ditumbangkan
Oleh sang pemilik baru
Aku tentu akan sangat kehilangan
Jika kembali melalui jalan
Di mana kami dahulu sering
Saling mengerling dan memandang
Meski tak pernah bertegur sapa
Bertukar kata
(2011)
TRAGEDI HUJAN KOTA
Berpuluh kilo
telah ia tempuh
terengah
hanya untuk jatuh
karena mencintai tanah
ingin ia membasahi
segala jalan dan pekarangan kita
Namun aspal tebal
dan pelataran beton kota
berkomplot melontarkan ia
kembali ke selokan
terus mengalihkan alirnya
hingga berakhir tumpah
di lautan
Tersia datangnya
tanpa sempat berjumpa
sekedar mengusap
membasuh dan mengisi
kaki akar bunga
mulut sumur
hati bumi
Kepada lubuk samudera
berbisik ia
terisak mengadu
sedangkan langit
yang terbentang tahu
mengelabu mendung
membendung sedu
(2011)
HAIKU BOCAH BELAJAR MENULIS
Riang gembiranya, riya bangganya
Meski baru bisa
Membubuhkan senoktah titik tipis
(2011)
KERINDUAN
Rindunya bunga
Larut dalam tanah
Rindunya garam
Larut dalam samudera
Rindunya embun
Larut dalam angin
Rindunya bara
Larut dalam nyala
Rindunya bianglala
Larut dalam cahaya
Rindunya aku
Larut dalam-
Mu
(2011)
SEMOGA SAJAK-SAJAK INI ADALAH
Cambuk petir
Menghantam hutan
Dengan api
Membangunkan benih
Dari tanah
Tiang angin
Membadai berpusing
Mengukir kembali
Bukit lembah
Bentang gurun
Bubungan asap
Dari altar korban
Menjulang tinggi
Menggamit langit
Membujuk minta
Seuntai bianglala
Lengkung di cakrawala
Menguraikan
Rahasia warna
Sang surya
Sebatang sungai
Membawa desis
Rindu damba
Gunung pusat benua
Jauh ke jantung samudera
Spiral asam
Menyimpan sisa
Sidik jari
Dari masa
Mula penciptaan
Sehelai selendang
Milik bidadari
Yang sedang mandi
Dan berdendang
Di sendang
Setangkai ranting
Menating bunga
Menyamarkan
Garis langit
Dari pandangan
Atau sekedar
Seuntai pita
Di bungkus bingkisan
Menghias kejutan
Yang manis
Untukmu
Semoga
(2011)
KORUPTOR NAIK HAJI DAN SAJAK-SAJAK LAIN
KORUPTOR NAIK HAJI
Seorang koruptor berangkat haji
Sebelum pergi diwanti-wanti oleh kawannya
Untuk berhati-hati, karena amal saleh dan salah
Di sana, konon, sering kali dibalas kontan
Si koruptor tertawa, dasarnya tak percaya ia
Dan ternyata ia memang baik-baik saja
Si koruptor bertambah pede dan jumawa
Kepada kawannya bersemangat ia bercerita
Bukannya bersepakat, si kawan malah murung
Katanya: sungguh malang nasibmu teman
Bahkan anjing injak pekarangan kita teriak usir
Tetapi engkau, datang pulangmu tak lagi dihitung
(2011)
ISTIGHFAR ZAMAN EDAN
Astaga, mereka beli gaya dan tahta
Secara mencuri milik khalayak dan negara
Astaga, aneka reka dan naskah sandiwara dirancang
Demi selamatkan para preman, calo dan pencoleng
Astaga, demi menambah saldo dan isi pundi
Digadaikan masa depan dan nyawa anak bangsa
Astaga, perutnya busung mencapai tanah
Tetapi lapar serakahnya tak kunjung reda
Astaga, sisiran dan setelannya rapi sekali
Sayang kepala dan hati hanya berisi dedak padi
Astaga, aksi nyicip anggur ngisap cerutu bak aristokrat
Kelakuannya bukan main norak bikin malu
(2011)
SURAT TERBUKA KEPADA TERORIS, 2
Engkau yang bermimpi
Mendapatkan surga seluas langit-bumi
Disambut lambai gemulai 70.000 bidadari,
Dengan syarat tumbal seratus nyawa kami:
Siapakah Tuhanmu sesungguhnya,
Apakah agamamu sebenarnya,
Kemanakah arwahmu menuju akhirnya,
Setelah segala kehancuran dan kebinasaan?
Karena sungguh yang engkau sembah dengan takzim
Adalah iblis membiuskan kebencian, amarah dan laku zalim
Nafsumu sendiri, berdiri sembunyi di balik tabir setiap takbirmu
Yang histeris engkau jeritkan dengan tinju teracung tinggi
Tulus dalam niat dan lurus dengan ilmukah
Anganmu menegakkan agama? Justru engkau tengah
Menghancurkannya, menutupi sinar rahmatnya bagi semesta
Iapun menjelma fitnah, gerhana sejarah peradaban
Adakah karya yang dapat dirayakan
Di tengah serakan bangkai dan tumpukan puing?
Tak akan ada buah yang dapat dipetik dimakan
Jika engkau meracuni pohon dari akarnya!
Terhasunglah yang gemar memerangi orang lain
Namun lalai dari pertempuran di dalam diri
Sehingga setan si musuh sejati
Akhirnya merajalela dan berpesta di dalam hati
Sungguh, menghiasi hati dengan cinta kasih kepada ciptaan
Selalu lebih indah dari menghanguskannya dengan benci
Dan memuliakan tanganmu dengan membangun mencipta
Selalu lebih terpuji dari mencemarinya dengan kerusakan
Mimpimu menginjakkan kaki di gerbang kerajaan Tuhan
Setelah membongkar duniaNya, membakar ciptaanNya--
Semoga arwahmu tak sesat ke kerajaan jin samudera
Yang mengimingi surga maya sebelum kau menutup mata
Engkau yang bermimpi dan mabuk dalam ilusi
Siapakah tuhanmu sesungguhnya,
Apakah agamamu sebenarnya,
Kemanakah arwahmu menuju akhirnya
(2011)
TAAWWUDZ ZAMAN EDAN
Musim petik suara masih jauh
Tetapi wajah-wajah memualkan
Dengan seringai lebar menyebalkan
Dan obralan kata-kata gombal
Yang amburadul logika dan tata bahasanya,
Telah mencemari kota kami
Memenuhi sudut-sudut persimpangan
Membentangi batang-batang jalan
Tuhan, jangan lagi kami dibiarkan
Sesak tersiksa seperti sekian lama ini
Lihat, seorang tokoh dalam tujuh busana
Dan tujuh pose berbeda
Menyalurkan kegenitannya di jalan-jalan kami
Bagaimana bisa kami percayai
Para pesolek dan penderita megalomania ini
Mengurusi nasib dan masa depan kami?
Tuhan, engkau saksikan
Engkau saksikan, kami disia-siakan
Musim petik suara masih jauh
Namun di antara hiruk konvoi suporter bola
Dan para pengiring jenazah
Samar-samar telah terdengar
Jerit pekik gerombolan pawai kampanye
Menggetarkan tanah tempat kami berpijak
Tuhan, lindungi kami
Dari bujuk rayu para penipu
(2011)
KREDO GENERASI MILENIUM
Kami tak khawatir lagi
Akan pengaruh budaya barat
Seperti halnya yang ditakutkan orang tua kami
Pada tahun delapan puluhan
Kini kami telah sempurna barat
Di film-film, kami kesepian
Seperti halnya orang barat kesepian
Di iklan-iklan, keluarga kami
Berbahagia selayaknya keluarga barat bahagia
Di restoran dan kafe, menu dan desain
Sungguh meyakinkan kami di barat
Kami juga memaki, kaget dan heran
Mirip mereka memaki, kaget dan heran
Kurang apa lagi? Bahkan kami
Telah bercinta persis seperti mereka
Yaitu setiap ucapan I love you
Tentu disusul pagutan dan gumulan seru
Tidak, bukan lagi seperti, mirip dan persis
Tetapi kami juga adalah mereka
Karena kami pun percaya
Di dunia ini tak perlu ada
Rasa takut, hormat dan malu
Karena tak ada lagi
Yang keramat, suci dan luhur
satu-satunya pegangan yang berlaku
Adalah kesenangan tanpa saling menggangu
Kini kami barat
Lagak dan laku kami sungguh moderen
Kami hidup lebih beradab dan maju
Lebih maju mendekati jatuh
Ke dalam jurang yang sama pula
(2011)
Seorang koruptor berangkat haji
Sebelum pergi diwanti-wanti oleh kawannya
Untuk berhati-hati, karena amal saleh dan salah
Di sana, konon, sering kali dibalas kontan
Si koruptor tertawa, dasarnya tak percaya ia
Dan ternyata ia memang baik-baik saja
Si koruptor bertambah pede dan jumawa
Kepada kawannya bersemangat ia bercerita
Bukannya bersepakat, si kawan malah murung
Katanya: sungguh malang nasibmu teman
Bahkan anjing injak pekarangan kita teriak usir
Tetapi engkau, datang pulangmu tak lagi dihitung
(2011)
ISTIGHFAR ZAMAN EDAN
Astaga, mereka beli gaya dan tahta
Secara mencuri milik khalayak dan negara
Astaga, aneka reka dan naskah sandiwara dirancang
Demi selamatkan para preman, calo dan pencoleng
Astaga, demi menambah saldo dan isi pundi
Digadaikan masa depan dan nyawa anak bangsa
Astaga, perutnya busung mencapai tanah
Tetapi lapar serakahnya tak kunjung reda
Astaga, sisiran dan setelannya rapi sekali
Sayang kepala dan hati hanya berisi dedak padi
Astaga, aksi nyicip anggur ngisap cerutu bak aristokrat
Kelakuannya bukan main norak bikin malu
(2011)
SURAT TERBUKA KEPADA TERORIS, 2
Engkau yang bermimpi
Mendapatkan surga seluas langit-bumi
Disambut lambai gemulai 70.000 bidadari,
Dengan syarat tumbal seratus nyawa kami:
Siapakah Tuhanmu sesungguhnya,
Apakah agamamu sebenarnya,
Kemanakah arwahmu menuju akhirnya,
Setelah segala kehancuran dan kebinasaan?
Karena sungguh yang engkau sembah dengan takzim
Adalah iblis membiuskan kebencian, amarah dan laku zalim
Nafsumu sendiri, berdiri sembunyi di balik tabir setiap takbirmu
Yang histeris engkau jeritkan dengan tinju teracung tinggi
Tulus dalam niat dan lurus dengan ilmukah
Anganmu menegakkan agama? Justru engkau tengah
Menghancurkannya, menutupi sinar rahmatnya bagi semesta
Iapun menjelma fitnah, gerhana sejarah peradaban
Adakah karya yang dapat dirayakan
Di tengah serakan bangkai dan tumpukan puing?
Tak akan ada buah yang dapat dipetik dimakan
Jika engkau meracuni pohon dari akarnya!
Terhasunglah yang gemar memerangi orang lain
Namun lalai dari pertempuran di dalam diri
Sehingga setan si musuh sejati
Akhirnya merajalela dan berpesta di dalam hati
Sungguh, menghiasi hati dengan cinta kasih kepada ciptaan
Selalu lebih indah dari menghanguskannya dengan benci
Dan memuliakan tanganmu dengan membangun mencipta
Selalu lebih terpuji dari mencemarinya dengan kerusakan
Mimpimu menginjakkan kaki di gerbang kerajaan Tuhan
Setelah membongkar duniaNya, membakar ciptaanNya--
Semoga arwahmu tak sesat ke kerajaan jin samudera
Yang mengimingi surga maya sebelum kau menutup mata
Engkau yang bermimpi dan mabuk dalam ilusi
Siapakah tuhanmu sesungguhnya,
Apakah agamamu sebenarnya,
Kemanakah arwahmu menuju akhirnya
(2011)
TAAWWUDZ ZAMAN EDAN
Musim petik suara masih jauh
Tetapi wajah-wajah memualkan
Dengan seringai lebar menyebalkan
Dan obralan kata-kata gombal
Yang amburadul logika dan tata bahasanya,
Telah mencemari kota kami
Memenuhi sudut-sudut persimpangan
Membentangi batang-batang jalan
Tuhan, jangan lagi kami dibiarkan
Sesak tersiksa seperti sekian lama ini
Lihat, seorang tokoh dalam tujuh busana
Dan tujuh pose berbeda
Menyalurkan kegenitannya di jalan-jalan kami
Bagaimana bisa kami percayai
Para pesolek dan penderita megalomania ini
Mengurusi nasib dan masa depan kami?
Tuhan, engkau saksikan
Engkau saksikan, kami disia-siakan
Musim petik suara masih jauh
Namun di antara hiruk konvoi suporter bola
Dan para pengiring jenazah
Samar-samar telah terdengar
Jerit pekik gerombolan pawai kampanye
Menggetarkan tanah tempat kami berpijak
Tuhan, lindungi kami
Dari bujuk rayu para penipu
(2011)
KREDO GENERASI MILENIUM
Kami tak khawatir lagi
Akan pengaruh budaya barat
Seperti halnya yang ditakutkan orang tua kami
Pada tahun delapan puluhan
Kini kami telah sempurna barat
Di film-film, kami kesepian
Seperti halnya orang barat kesepian
Di iklan-iklan, keluarga kami
Berbahagia selayaknya keluarga barat bahagia
Di restoran dan kafe, menu dan desain
Sungguh meyakinkan kami di barat
Kami juga memaki, kaget dan heran
Mirip mereka memaki, kaget dan heran
Kurang apa lagi? Bahkan kami
Telah bercinta persis seperti mereka
Yaitu setiap ucapan I love you
Tentu disusul pagutan dan gumulan seru
Tidak, bukan lagi seperti, mirip dan persis
Tetapi kami juga adalah mereka
Karena kami pun percaya
Di dunia ini tak perlu ada
Rasa takut, hormat dan malu
Karena tak ada lagi
Yang keramat, suci dan luhur
satu-satunya pegangan yang berlaku
Adalah kesenangan tanpa saling menggangu
Kini kami barat
Lagak dan laku kami sungguh moderen
Kami hidup lebih beradab dan maju
Lebih maju mendekati jatuh
Ke dalam jurang yang sama pula
(2011)
Sunday, May 01, 2011
SAJAK-SAJAK 2011
HAIKU DARI BEDENG KAYU
Di tangga kayu bedeng darurat itu
Seorang ibu duduk menyisir rambutnya
Sendirian saja, sepagi ini
(2011)
HAIKU SEPATU BARU
Seperti kekasih terakhir
Masih erat peluknya
Mencengkeram telapak kaki
(2011)
ILUSI ATAP BOCOR
Dentaman pada pintu
Menghentakkan mimpiku: tiktik air hujan
jatuh ditampung loyang!
(2011)
LAHIRNYA PAHLAWAN BARU
Melintasi terik dan trafik jam satu
Bocah jalanan beraut serius itu
Melangkah nyeberangkan seorang dara
Dengan busung dada, dongak dagu berbangga
(2011)
SRI LAUT
Bertahun-tahun tabah bertahan ia, menerima
Limpahan limbah, simpanan sampah buangan kita
Tahu-tahu, hanya sekali sentakan pinggulnya
Rubuhlah tanggul pantai, luluhlantak pula kota
(2011)
INTEROGASI
Pesakitan duduk terpaksa
Di dalam kamar periksa
Adalah si aku
Yang harus mengaku
Lewat cermin searah
Kutahu engkau menatap
Meski tak akan pernah
Parasmu kutangkap
Biarpun hanya bayangku
Terkaca di situ, tak kuragu
Di sebaliknya, engkau
Tengah cermat mengamatiku
Mengapa mengusutku kini
Asal mula benang kusut ini
Engkau pun tahu
Dari mana berpangkal dahulu
(2011)
PENGINTAI
Seperti gula pasir
Di sela-sela air
Aku akan menyusup masuk
Tanpa menambah sesak
Penuhmu
Aku akan diam
Bagai batu
Membungkam
Agar tak kau sadari
Hadirku
Aku bahkan rela
Diselimuti lumut kelabu
Dilumatkan hingga mendebu:
Semoga pandangmu
Tak tercederai
Hingga tiba waktu, deru
Anginpun datang membantu:
Aku akan menyerbu
Sekedar untuk menodai
Ujung tepi gaunmu
(2011)
MADAH PANJANG SANG PENCINTA
Tatapan yang mendamba dan saling menyambut,
Sentuhan halus dan bisikan lembut beriring gigil kecil
Kapankah akan menjadi laku sembah
bagi sepasang kekasih kepada yang disebut
Sang Kasih itu sendiri?
Walau waktu mengulurkan sulur-sulurnya menjangkau
Cakrawala, langkah yang tertatih mestilah diteruskan
Meski letih dan terhalang kuala, karena bara cahaya
Telah menyemburat di sana, bagai lambaian putih
Lengan-lengan harapan yang cemerlang
Alangkah jauh rengkuhan angan, betapa
Singkat rapuh usia insan. Namun jika maut
Memagut di tikungan tak terduga itu,
Tiada lagi takutku karena telah bahagia
Dianugerahi cinta oleh Kekasih
Bagaimana bisa merahasiakan rasa cinta
Dan sukacita ini? Biarpun kupendam guci hatiku
Dan pintu mulutku kukatup rapat-rapat, tetapi
Siapa yang dapat menyamarkan binar pada mata
Dan semburat merah mesra pada sepasang pipi?
Langkah makin ringan bagai beralaskan awan
Dan tungkai terayun riang melalui jalan desa
Yang berbatu ini dan walau tak pernah kuumbar
Pohon-pohon dan arakan mega bergerak-gerak juga
Seakan telah tahu siapa kekasihku yang satu itu
Langit begitu jernih dan biru seperti satin
Terentang terang namun matahari tenang mengambang
Hangat dan ramah tak memanggang, seperti mengerti
Bahkan, sepanjang perjalanan ini rindu yang rindang
Turut membantu meneduhi
Lihatlah, pemukiman di sana
Bagai makam lama, samar tersembunyi dan sentosa
Andai saja aku adalah sebatang panah
Melesat secepatnya kuingin terbang
Agar segera tiba di ambang pintu Kekasihku
(2011)
MENANTI TIDUR
Kantuk yang iseng namun manja
Datang meniup dan mengusap kelopak mata
Menggelayut lembut merayu kemayu ia
Berayun di helaian bulu-bulunya
Lalu merekatkan kedua pelupuknya
Dengan imingan impian bahagia
Maka, bagai sepasang kekasih yang terpisah lama
Merekapun saling berpelukan, erat dan mesra
(2011)
Di tangga kayu bedeng darurat itu
Seorang ibu duduk menyisir rambutnya
Sendirian saja, sepagi ini
(2011)
HAIKU SEPATU BARU
Seperti kekasih terakhir
Masih erat peluknya
Mencengkeram telapak kaki
(2011)
ILUSI ATAP BOCOR
Dentaman pada pintu
Menghentakkan mimpiku: tiktik air hujan
jatuh ditampung loyang!
(2011)
LAHIRNYA PAHLAWAN BARU
Melintasi terik dan trafik jam satu
Bocah jalanan beraut serius itu
Melangkah nyeberangkan seorang dara
Dengan busung dada, dongak dagu berbangga
(2011)
SRI LAUT
Bertahun-tahun tabah bertahan ia, menerima
Limpahan limbah, simpanan sampah buangan kita
Tahu-tahu, hanya sekali sentakan pinggulnya
Rubuhlah tanggul pantai, luluhlantak pula kota
(2011)
INTEROGASI
Pesakitan duduk terpaksa
Di dalam kamar periksa
Adalah si aku
Yang harus mengaku
Lewat cermin searah
Kutahu engkau menatap
Meski tak akan pernah
Parasmu kutangkap
Biarpun hanya bayangku
Terkaca di situ, tak kuragu
Di sebaliknya, engkau
Tengah cermat mengamatiku
Mengapa mengusutku kini
Asal mula benang kusut ini
Engkau pun tahu
Dari mana berpangkal dahulu
(2011)
PENGINTAI
Seperti gula pasir
Di sela-sela air
Aku akan menyusup masuk
Tanpa menambah sesak
Penuhmu
Aku akan diam
Bagai batu
Membungkam
Agar tak kau sadari
Hadirku
Aku bahkan rela
Diselimuti lumut kelabu
Dilumatkan hingga mendebu:
Semoga pandangmu
Tak tercederai
Hingga tiba waktu, deru
Anginpun datang membantu:
Aku akan menyerbu
Sekedar untuk menodai
Ujung tepi gaunmu
(2011)
MADAH PANJANG SANG PENCINTA
Tatapan yang mendamba dan saling menyambut,
Sentuhan halus dan bisikan lembut beriring gigil kecil
Kapankah akan menjadi laku sembah
bagi sepasang kekasih kepada yang disebut
Sang Kasih itu sendiri?
Walau waktu mengulurkan sulur-sulurnya menjangkau
Cakrawala, langkah yang tertatih mestilah diteruskan
Meski letih dan terhalang kuala, karena bara cahaya
Telah menyemburat di sana, bagai lambaian putih
Lengan-lengan harapan yang cemerlang
Alangkah jauh rengkuhan angan, betapa
Singkat rapuh usia insan. Namun jika maut
Memagut di tikungan tak terduga itu,
Tiada lagi takutku karena telah bahagia
Dianugerahi cinta oleh Kekasih
Bagaimana bisa merahasiakan rasa cinta
Dan sukacita ini? Biarpun kupendam guci hatiku
Dan pintu mulutku kukatup rapat-rapat, tetapi
Siapa yang dapat menyamarkan binar pada mata
Dan semburat merah mesra pada sepasang pipi?
Langkah makin ringan bagai beralaskan awan
Dan tungkai terayun riang melalui jalan desa
Yang berbatu ini dan walau tak pernah kuumbar
Pohon-pohon dan arakan mega bergerak-gerak juga
Seakan telah tahu siapa kekasihku yang satu itu
Langit begitu jernih dan biru seperti satin
Terentang terang namun matahari tenang mengambang
Hangat dan ramah tak memanggang, seperti mengerti
Bahkan, sepanjang perjalanan ini rindu yang rindang
Turut membantu meneduhi
Lihatlah, pemukiman di sana
Bagai makam lama, samar tersembunyi dan sentosa
Andai saja aku adalah sebatang panah
Melesat secepatnya kuingin terbang
Agar segera tiba di ambang pintu Kekasihku
(2011)
MENANTI TIDUR
Kantuk yang iseng namun manja
Datang meniup dan mengusap kelopak mata
Menggelayut lembut merayu kemayu ia
Berayun di helaian bulu-bulunya
Lalu merekatkan kedua pelupuknya
Dengan imingan impian bahagia
Maka, bagai sepasang kekasih yang terpisah lama
Merekapun saling berpelukan, erat dan mesra
(2011)
Subscribe to:
Posts (Atom)
SAJAK JALAN PAGI BERSAMA
Pagi seputih seragam baru dan sesegar rambut basah para bocah ketika kita berjalan menyusur tembok yang mengendapkan waktu di perkampu...
-
STOPPING BY WOODS ON A SNOWY EVENING Whose woods these are I think I know. His house is in the village though; He will not see me stopping h...
-
PEREMPUAN 1. Beri aku cermin kaca yang rata tak retak atau telaga bening yang tenang airnya atau genangan embun di telapak tangan bunga...