.....yang hadir mengisi di antara dua kesunyian--kelahiran dan kematian..... (An Indonesian poems corner ; the poet : Hendragunawan)
Sunday, March 22, 2009
DUDUK BERDUA DI RESTORAN
(foto: pribadi)
Begitu jauh dan sulitnya
Perjalanan untuk menemukanmu
Tersuruk dan terengah megap aku
Untuk mencapaimu nun di sana, di tepi meja
Percakapan hanya kesantunan yang gagap
Sedangkan sentuhan yang gugup
Tidak cukup mampu meyakinkanku bahwa aku
Dan kau memang tengah duduk bersama
Berapa hampir lagi aku sampai
padamu? Sungguh berliku dan menipu:
Piring dan sendok garpu, daftar menu
Dan bunga palsu, seperti bersepakat menyesatkanku
Sementara engkau kian tak terjangkau
Melipat tempat dan saat, melompat ke benua
Yang lain di utara, lalu meniti lengkung cahaya
Ke pelukan hantu pucat putih yang menenungkan lupa
Pandanganku berkunang, parasmu pupus membayang
Seolah cahaya lilin telah menghapus garis tepi pipi,
Lalu membaurkanmu ke udara yang berat. Aku tercekam
Pitam pada beri hitam keparat itu, yang mengedip genit
Tercengkeram manja, dalam belit erat jemari lentikmu
Tuesday, March 10, 2009
SYAIR PUJAAN BAGI SEEKOR CACING
dari semua mahluk yang ada
aku paling kagum kepada cacing
tubuhnya teramat sederhana
khusuk cuek terhadap sekeliling
anatominya minimal berkesan familiar dan praktis
tak punya tangan bercakar untuk merebut menjambak
tak punya gigi bertaring untuk menyeringai bengis
pun tak ada kaki bertaji untuk menginjak menyepak
ia tak punya gading atau cula yang runcing berkilat
tak punya tanduk kokoh untuk menyeruduk ngamuk
tak punya sengat tajam atau ekor yang menyabet sebat
ia bahkan tak punya tempurung perisai diri anti remuk
dan biarpun ia termasuk salah satu leluhur kita yang purba
dari udara senantiasa burung-burung jadi ancaman
di darat ia sering dimangsa ayam dan dicari manusia
sedang di dalam air diincar ikan-ikan
tetapi ia tetap melata perlahan lembut
gerakannya alangkah tenang anggun
membelah tanah menyusupi rerumput
berjuta tahun bekerja gemburkan kebun
ia tahu pasti dari lubang mana berasal
dan ke lubang mana mesti menuju
ia kenali rupa manusia setelah ajal
karena itu ia tak menderita minder malu
dari semua mahluk yang ada di dunia
aku paling kagum kepada cacing
tubuhnya teramat sederhana namun mulia
khusuk cuek namun bermanfaat bagi sekeliling
aku paling kagum kepada cacing
tubuhnya teramat sederhana
khusuk cuek terhadap sekeliling
anatominya minimal berkesan familiar dan praktis
tak punya tangan bercakar untuk merebut menjambak
tak punya gigi bertaring untuk menyeringai bengis
pun tak ada kaki bertaji untuk menginjak menyepak
ia tak punya gading atau cula yang runcing berkilat
tak punya tanduk kokoh untuk menyeruduk ngamuk
tak punya sengat tajam atau ekor yang menyabet sebat
ia bahkan tak punya tempurung perisai diri anti remuk
dan biarpun ia termasuk salah satu leluhur kita yang purba
dari udara senantiasa burung-burung jadi ancaman
di darat ia sering dimangsa ayam dan dicari manusia
sedang di dalam air diincar ikan-ikan
tetapi ia tetap melata perlahan lembut
gerakannya alangkah tenang anggun
membelah tanah menyusupi rerumput
berjuta tahun bekerja gemburkan kebun
ia tahu pasti dari lubang mana berasal
dan ke lubang mana mesti menuju
ia kenali rupa manusia setelah ajal
karena itu ia tak menderita minder malu
dari semua mahluk yang ada di dunia
aku paling kagum kepada cacing
tubuhnya teramat sederhana namun mulia
khusuk cuek namun bermanfaat bagi sekeliling
Subscribe to:
Posts (Atom)
SAJAK JALAN PAGI BERSAMA
Pagi seputih seragam baru dan sesegar rambut basah para bocah ketika kita berjalan menyusur tembok yang mengendapkan waktu di perkampu...
-
STOPPING BY WOODS ON A SNOWY EVENING Whose woods these are I think I know. His house is in the village though; He will not see me stopping h...
-
PEREMPUAN 1. Beri aku cermin kaca yang rata tak retak atau telaga bening yang tenang airnya atau genangan embun di telapak tangan bunga...