I.
Belum lama aku belajar naik sepeda
Dan saat itu harus kukayuh sepeda baruku
Langsung dari toko menuju rumah
Hatiku girang bercampur tegang
Pantatku berkeringat di atas sadel
Tanganku gemetaran mengendalikan setang
(ia mengikuti dari belakang
Mengendarai vespa putih kesayangan)
Memang tidak gampang
Bersepeda untuk pertama kalinya
Di tengah padat lalu lintas jalan raya
Ketika hari telah bersalin senja
Seorang supir angkot menyalibku
Ia menggertak sembari membelalakkan mata
Namun segera terdengar gelegar bentakannya
“Heh, itu anakku”
Ah, itulah Bapakku!
II.
Sore hari di tepi Losari
Engkau mendukungku atas punggungmu
Hingga dapat kulihat jauh batas rentang cakrawala
Sementara lembut hangat matahari
Membasuh tengkuk dan harum angin laut
Mempermainkan rambutku
Saat bintang telah berdatangan
Dan bulan baru menyembul di antara dahan waru
Aku duduk di pangkuanmu, menyandar pada dadamu
Menghirup ruap melati dan sedap malam
Bertanya akan mereka: dari mana lahir, ke mana nanti pergi
Kelak, saat terbaring rebah di sampingmu
Akan kubisikkan kisah perjalananku
Menempuh cakrawala
dan bintang-bintang
.....yang hadir mengisi di antara dua kesunyian--kelahiran dan kematian..... (An Indonesian poems corner ; the poet : Hendragunawan)
Thursday, September 28, 2006
Friday, September 22, 2006
SALAWATAN
photo: www.islamicfinder.com gallery
Pada setiap kedip mata
Pada setiap hela nafas
Pada setiap degup jantung
Pada setiap denyut nadi
Pada setiap geletar zarrah
Sebanyak mahluk nyata dan gaib
Dari awal hingga akhir masa
Sebanyak sel dan partikel
Penyusun tubuh renik hingga semesta raya
Sebanyak hitungan nikmat Tuhan
Dan kandungan ilmu Tuhan
Shalawat yang adzim
Salam yang takzim
Berkat yang berlimpah
Rahmat yang tercurah
Tanpa henti tiada putusnya
Senantiasa atas Paduka Nabi
Hamba dan rasul yang ummi
Beserta keluarganya tak terkecuali
Ia yang terdahulu diciptakan
Ia yang terakhir diutuskan
Ia yang terawal dibangkitkan
Ia yang kesaksiannya didengarkan
Pembagi syafaat yang pertama
Dan yang terutama
Ayat yang paling terang
Mukjizat hidup yang gemilang
Rahmat dan teladan
Di segala alam,
Bagi semua ciptaan
Kitab di hatinya, pedang di tangannya
Adalah jamal dan jalalnya
Dari insan paling kamal
Yang tak mundur meski setapak
Dalam setiap pertempuran
Melawan kekejian dan kemusyrikan
Di terik siang ketika hari membara
Yang tersungkur menangis tersedu
Dalam zikir dan tafakur
Kala larut malam dingin dan sepi
Paling sempurna makrifatnya
Namun terus berlaku sembah
Meskipun harus bersimpuh
Sebagai ganti tegak berdiri
Ketika lanjut usianya
Walaupun harus di papah
Oleh sahabat di kanan kiri
Saat sakit jelang ajalnya
Ia yang diperjalankan
Ia yang dekat dan didekatkan
Ia yang tinggi dan ditinggikan
Imam bagi para malaikat dan arwah
Penakluk para kaisar dan raja dunia
Yang duduk tidur di atas debu tanah
Makan dari roti gandum kasar
Menjahit sendiri jubah dan terompahnya
Yang doanya dikabulkan sebelum diutarakan
Dan kepadanya ditawarkan dunia seisinya
Namun hanya meminta rezeki
Bagi diri dan keluarga
Sekedar kenyang sehari, lapar sehari
Dan menahan sakit serta demam
Untuk menunjukkan indahnya jubah kerelaan
Megahnya mahkota kesabaran
Fitnah dan hujatan
Dari pembenci dan pendengki
Duga dan sangka
Dari si jahil dan gafil
Makian dan serapah yang sama
Yang turun temurun terus diwariskan dikunyah
Oleh para pengumpat pencela
Tak akan pernah menodai harkat martabatnya
Tak akan pernah menggoyahkan derajat luhurnya
Yang mencoba meludahi langit tinggi
Niscaya akan membasuh mukanya sendiri
Dalam curahan lendir hina
Wahai
Berdebaran rindu
Hati umatnya oleh cinta
Bergetaran takut
Hati musuhnya oleh wibawa
Meski terpisah raga
Oleh tempat dan masa
Sukmanya senantiasa
Membalas sapa
Hakikinya lebih dekat
Dari ibu dan bapa
Dan biarlah hangus terbakar hati mereka
Yang penuh angkuh bangga
Tertawa-tawa di atas tumpukan kebodohan
Di tengah hamparan kehampaan jiwa
Dalam kelamnya malam gulita
Yang memutus sendiri
Uluran tali rahmat
Lalu menutup mata
Dari tuntunan
Suluh hidayat
BEBERAPA SAJAK TERBARU
Photo courtesy of Joseph Rueben Elsinger, Iowa, USA
BAGAIKAN SAAT YANG PERTAMA
Bagaikan saat yang pertama
Sekaligus untuk terakhir kalinya
Ia terpana kerana biru langit, putih awan
Terkesima oleh kicau burung, hijau pohonan
Dan malamnya ia tidur dalam pulas
Dengan dada rela menerima ikhlas
Sekiranya tak bisa bangun lagi esok pagi
Seandainya nafas terakhir tak balik kembali
Namun kemudian hari matanya masih membuka
Meski harus disukuri, hatinya juga sedih kecewa
Batinnya: tugas apa lagikah harus kutuntaskan?
Janji dan hutang mana belum kupenuhi dan lunaskan?
RAGUKAN APA YANG BISA
-wasiat filsuf Theohedon kepada anaknya Antiteos
Ragukan apa yang bisa
Dan ingin kau ragukan
Agar bahagia
Ragukan segalanya
(tentu saja)
Selain dari adagia tadi
Tak ada tuhan ilahi
Tak ada firman suci
Tak ada kehidupan nanti
Hanya dirimu sendiri
Akal budi
Dan hari ini
Manusia terlampau mulia
Untuk tunduk takut
Pada yang tak kelihatan
Nah, sekarang engkau bebas
Mengawini babi perawan
Di kandang belakang
BERKATA PANGLIMA
Berkata panglima
Kita ada sedia
Peluru sebulan lama
Berkata diplomat
Proses memang berlarat
Seminggu lagi sepakat
Yang terusir hanya mencibir
Setiap menit yang bergulir
Buat kami bisa jadi yang terakhir
CEPATLAH DALAM TRANSAKSI
-nasihat seorang majikan kepada kasir
Cepatlah dalam transaksi
Tapi wajib kamu periksa teliti
Pembeli kita pada tergesa
Atau mereka yang larut pulangnya
Ramahlah secukupnya
Namun tetap waspada
Sedetik tak diawasi
Mereka pasti mencuri
Kalau bersikap seperti anjing
Perlakukan pula layaknya anjing
Dan jangan lupa, my friend
Dari pindaian harga tambahkan 50 sen
DENGAN TULUS TANPA PRASANGKA
Dengan tulus tanpa prasangka
Bunga-bunga datang berduyun-duyun
Terbang hinggap di simpang dedaun
Berkembangan memenuhi panggilan musim semi
Untuk disembelih angin musim gugur nanti
BAGAI TALI KALUNG BAGI MATA-MATA PERMATA
Bagai tali kalung bagi mata-mata permata
Semata cinta jugalah yang menjelma
Jadi gravitasi bagi berlaksa galaksi
Bagi bermilyar partikel jadi kohesi
Juga membuat aku dan kamu
Tak jemu-jemu bertemu
BERSAMA BURUNG-BURUNG BERARAK PULANG SENJA
Bersama burung-burung berarak pulang senja
Beramai-ramai para perempuan pekerja
Memenuhi perut angkutan kota
Dengan semarak canda senda
Salah seorang dari mereka
Menawarkan sekantung gorengan nangka
Sementara seorang yang lainnya
Iseng membuat wajah pak supir merona
Wahai, perempuan-perempuan pekerja
Meski mekar remajamu di antara mesin baja
Dan sisa gajimu hanya memberi gincu menyala
Serta pupur bercampur merkuri tinggi kadarnya
Namun tawa kalian yang membahana
Sungguh mengguncang perut angkutan kota
Ah, lengan-lengan padat coklat bercahaya!
Ah, dada-dada penuh mendongak bangga!
DAN HUJAN AKHIRNYA
Dan hujan akhirnya
Hanya hening
Tetapi dingin
Masih terus membara
Dari dinding ruang ini
Meski angin pun
Telah mereda derunya
Derum kendaraan
Di luar pekarangan
Seperti celetuk kikuk
Untuk menepis sepi
Dari tamu kemalaman
Setelah lama senyap
Dalam setengah lamunan
Kelopak bunga di taman
Pasti lelah bertahan
Menampung genangan
Tiga
Sisa rintik
Kian perlahan
Me
Ni
Tik
b e r b i s i k
Dengan batu-batu
KANTUNG MATA
Kantung mata
Yang menggelantung malas
Di bawah pelupuknya
Mengandung bertumpuk kantuk
Dari sepuluh tahun
Mimpi buruk pensiun
Saban malam coba dilarutkannya
Takut serta cemas mendera
Dengan keras wiski
Deras mengguyur
Dan gesit genitnya
Pelayan syur berbikini
Biar jantung dan hati
Menggembung dan pecah sekalian
Sebelum keburu diringkus
Oleh petugas kesejahteraan
Mesti meringkuk di panti
Menanti eksekusi mati
BILA DATANG DUKA BENCANA
Bila datang duka bencana
Janganlah keburu berburuk sangka
Mengira Tuhan sedang menghinakanmu
Dan alam mengkhianatimu
Sungguh kemuliaan dan kedekatan
Tidaklah terkait dengan kesenangan
Lihatlah dulu siapa dirimu sendiri
Dan bagaimana sikapmu menghadapi
Satu bencana yang sama
Berbeda makna dan manfaatnya
Sakit perih yang mendera diri
Adalah azab bagi pendosa keji
Bagi yang lalai khilaf teguran peringatan
Namun jadi ujian di hati yang beriman
Sedangkan untuk para wali rezeki
Dan perhiasan mahkota bagi nabi
KELENGANGAN JALAN YANG MEMBENTANG LAPANG
Kelengangan jalan yang membentang lapang
Dan merentang panjang di hadapan itu
Adalah untukku
Titik-titik cahaya gemintang dan lelampu kota
Yang berpijar gemetar di cakrawala sana
Adalah punyaku
Gemerisik syahdu pohonan, gelitik dingin angin basah,
Dan bisik merdu serangga dari kelabu bongkah batu
Adalah bagiku
Harum yang terburai ketika bunga-bunga bangun
Menguraikan ranum rahasia mereka
Adalah milikku
Ketika aku berjalan menyusuri hari larut begini,
Tengah seluruh warga beserta walikota
Abai terkulai memeluk mimpi-mimpi lena
Dan seperti putra mahkota alam yang muda perkasa
Jumawa aku melangkah tegak dan gagah
Merajai megah malam ini
KATA PAMIT
Sekian jauh langkah diayunkan
Tentulah banyak sesat tujuan
Kiranya dibenarkan,
Dibenarkan.
Sekian patah kata diguraskan
Tentulah ada hati yang gusar
Kiranya dimaafkan,
Dimaafkan.
Seperti halnya Podang
Sahaya hanya berdendang
Menurut alih musim
Mengikut silir angin
Sebelum peluru pemburu
Melesat laju menembus
Dan sayap kaku
Terlipat sendu
PERTANYAAN MUSIM SEMI
Semerbak semi seri kembang
Hiasi pohon bunga dan rumputan
Wangi warna harum cemerlang
Ditingkahi kicau burung bersahutan
Ah
Apakah artinya
Bila yang pergi setahun lalu
Tak akan pernah lagi kembali?
Subscribe to:
Posts (Atom)
SAJAK JALAN PAGI BERSAMA
Pagi seputih seragam baru dan sesegar rambut basah para bocah ketika kita berjalan menyusur tembok yang mengendapkan waktu di perkampu...
-
STOPPING BY WOODS ON A SNOWY EVENING Whose woods these are I think I know. His house is in the village though; He will not see me stopping h...
-
PEREMPUAN 1. Beri aku cermin kaca yang rata tak retak atau telaga bening yang tenang airnya atau genangan embun di telapak tangan bunga...