Friday, September 30, 2011

Proyek1000Hg, Oktober 2011

Prolog: para penikmat haiku (sajak klasik Jepang yang ringkas) mengenal nama Matsuo Munefusa 'Basho' dan Kobayashi Yataro 'Issa' sebagai dua master haiku awal, di samping beberapa nama lainnya <'Basho' dan 'Issa' sebenarnya nama pena/haigo dari pembuat haiku/haijin. 'Basho' adalah 'pohon pisang' sedangkan 'Issa', 'cangkir teh'>. Menurut para peneliti dan penulis biografi mereka, Basho mewariskan sekitar 1.000 haiku sedangkan Issa mencapai lebih dari 20.000! Sebagai penikmat dan pembuat haiku ala-Indonesia, untuk memotivasi dan melatih diri sendiri, mulai dari tanggal 30 September 2011 di rumah saya, di Makassar, saya mencanangkan proyek pribadi: Proyek1000Hg. Mudah-mudahan bisa menghasilkan 1.000 haiku baru dalam setahun ke depan. Bismillah...

::
tak silau dan tak hirau--
tuk dunia seonggok bangkai cacat
enggan hati turut bertikai

(0097/2011)
*
melintasi genangan air
gadis berok mini masih juga
sedikit mengangkat tepi kainnya

(0096/2011)
*
takut terantuk
pria itu ikut merunduk
meski tak jangkung

(0095/2011)
*
bening kicau burung
meyakinkan pagi
walau tak bermentari

(0094/2011)
*
melati di arus parit
akankah terus hanyut hingga muara
menemu laut, bahkan samudera?

(0093/2011)
*
pohon manggamu, Bapak
mengering dari akar ke puncak
bersama engkau pergi

(0092/2011)
*
kata-kata bapakku
fasih kini kuucapkan
kepada keponakan

(0091/2011)
*
sesampai di lereng ini
apa yang nampak di mataku kini
telah kau pandangi dahulu

(0090/2011)
*
sayapmu cemerlang baru
jangan sampai kuyup lekat
ya, capung berpayung daun

(0089/2011)
*
capung kecil berteduh
adakah sejam hujan, bagimu
terasa bagai sehari lamanya?

(0088/2011)
*
kelopak melati
di hitam selokan kering
tanggal berserakan

(0087/2011)
*
menyeruak kelam tanah
tudung jamur
dengan kilau pagi

(0086/2011)
*
hujan yang turun
di musim penghujan, juga bukti
sukses pimpinan kami

(0085/2011)
*
‘kita menempuh cuaca buruk’—
kukencangkan ikat pinggang, kembali
terkantuk diayun awan

(0084/2011)
*
rumah tua nan usang
bunga-bunga merah jambu
berseri di halamannya

(0083/2011)
*
guruh mengguncang langit
sejenak senyap lalu setetes hujan
jatuh dan setetes lagi

(0082/2011)
*
kelepak kepak elang
kembang mekar berpusing
jatuh disunting angin

(0081/2011)
*
temaram senyap taman
rindang pohon-pohon tua
gerimis mengarsir senja

(0080/2011)
*
sayup tahlil dan salawat
sampai bergetar angin malam
menyampaikan sayupnya

(0079/2011)
*
sudut sepi perpustakaan
ternyata juga bisa menyakitkan
saat melewatinya, sendirian

(0078/2011)
*
nyaring denting sendok
nyaris pecahkan mangkuk bakso
di sunyi malam gerimis

(0077/2011)
*
kuning akasia, merah ki hujan
di halaman parkir
mekar bersandingan, tak saling maki

(0076/2011)
*
hanya setapak daun
cukuplah lapang bagi si capung
bernaung di kuyup hari

(0075/2011)
*
dua bulir sisa hujan di pucuk daun--
si capung yang hinggap
mungkin ingin berganti kaca mata

(0074/2011)
*
gemerlap jembatan ampera
meskipun gelap bisu, di bawahnya
kutahu musi masih mengalir

(0073/2011)
*
hujan yang ditunggu, berguguran
akhirnya--sungguh,
sehari dua, tak kan kami mengeluh

(0072/2011)
*
menyergap kelam hari
berluruhan bunga akasia
disentakkan angin

(0071/2011)
*
paku di sekujur batang
ki hujan tegar
tugur di sepanjang tahun

(0070/2011)

*
jejak surya tenggelam
dalam abu pembakaran sampah
masih tersimpan putih

(0069/2011)

*
mekar bibirmu, dara, dan
sungguh ranum dadamu--namun takzim
kau cium punggung tanganku...

(0068/2011)
*
cuma selapis tipis debu
di tepi gaunmu, tepislah lembut
bila ingin melupakanku

(0067/2011)
*
hilir mudik berpesta malam
putra-putri taipan; gelandangan gila
ngelindur di tepi jalan

(0066/2011)
*
si bos pesolek gemar berpose
para kaki tangan sibuk
memoles rupa di spa dan salon

(0065/2011)
*
tampilan eksklusif di baliho
tegak menampak
disokong bambu dan rafia

(0064/2011)
*
pas foto selebar layar tancap
rebah tiarap
di hari hujan berangin

(0063/2011)
*
pas foto selebar layar tancap
tempat yang pas
pengemis jalanan duduk bernaung

(0062/2011)
*
berseri ceria hijaunya
dalam hujan maupun terik hari
pohon kolbanda

(0061/2011)
*
terhalang tepi tenda pengantinan
hanya paha betis si artis nampak bergoyang
‘dibelah bang, dibelah...’

(0060/2011)

*
sang abid berdahi memar
turnera subulata
cemerlang di gerbang pagi

(0059/2011)
*
tak bersembunyi
dari matahari
embun di ujung daun

(0058/2011)
*
sarang lelaba
terjalin di dahan berhias embun
bumi Tuhan, dunia insan

(0057/2011)
*
hanya setitik embun
dunia manusia
meneteskan air mataku

(0056/2011)
*
lebih tua dari Shiki
apa lagi Chairil
hampa terhampar, kertasku

(0055/2011)
*
datang dan pergi
angin
menyajikan wangi akasia

(0054/2011)
*
prospektus dan brosur terbabar
di meja—dedaun
berguguran dalam cahya senja

rev:
prospektus dan brosur terbabar
di meja—dedaun gugur
bertebaran dalam cahya senja

(0053/2011)
*
silang sengkarut
dahan ranting pohonan:
purnama sesat dan nyangkut

(0052/2011)
*
melantun dari menara
tilawah sendu
meraung lari, sepeda motor

(0051/2011)
*
di bawah lampu neon
sayur melayu
pun nampak merayu

(0050/2011)
*
pos penjagaan depan markas
pak polisi bersin
kembali posisi siap bersiaga

(0049/2011)
*
di antara jajaran rak belanjaan--
pemerah pipi dan bibir si pramuniaga
tetap menyala; tapi matanya...

(0048/2011)
*
meskipun alisnya dipertautkan kerut
hingga jam tiga jumat sore
kemeja si bankir selicin habis disetrika

(0047/2011)
*
di tengah semarak mekar bebungaan
terkenang taman lama
semerbaknya, merebakkan air mata

(0046/2011)
*
gedung bongkaran sengketa:
hanya purnama
leluasa menyinari tetiang puingnya

(0045/2011)
*
ngumpet di balik pajangan busana trendi
pramuniaga berok mini
menyantap mi instan siang ini

(0044/2011)
*
dinyalakannya tivi
hanya karena tak lagi kuasa
menahan senja sunyi

(0043/2011)
*
ujung jalan hanya lengang
ia berpaling sekali lagi
sebelum menutup pintu

(0042/2011)
*
diselipkan lewat celah pintu
hanya seberkas dingin
kabarmu ingin benar kutahu

(0041/2011)
*
menderu angin
dedaunan apa sajakah
turut dibawanya?

(0040/2011)
*
hujan pertama senja hari—
betapa lama
tiba menyapa, dambaan hati

(0039/2011)
*
gemerlapnya lelampu kota--
tak dapat membaca gemintang
juga guratan di tapak tangan

(0038/2011)
*
dibentuk oleh angin, dibekukan waktu
pohon kayu meliuk
dengan reranting terentang

(0037/2011)
*
tanpa kekaguman ataupun kasihan
ulat menggali liang
ke jantung ranum apel

(0036/2011)
*
Memucat-putih semangka
di kios tepi jalan
menunggu giliran terbeli

(0035/2011)
*
semburat merah jambu
di putih kelopak cempaka—amboi
pemalunya dara di anak tangga

(0034/2011)
*
gulita kota oleh listrik padam
bulan yang purnama
lebih besar dan terang dari biasanya

(0033/2011)
*
lelampu jalan, aksara neon dan papan iklan
membutakan mataku
akan bintang-bintang berkilauan

(0032/2011)
*
tepi redup cahaya lampu jalan
kini batas cakrawala
sepasang burung ketinggalan

(0031/2011)
*
telah raib merah dari magrib
di atas lampu jalan
dua burung terbang berputaran

(0030/2011)
*
kepak tanpa kicau
terdengar seiring jalan
harum guguran bungur

0029/2011
*
setapak ke puncak
licin berlumut--dan kabut
merimba rimbunnya

0028/2011
*
seciduk bening telaga--
sejak kapan ya capung itu
di kelopak padma

0027/2011
*
telaga yang lama
kusinggahi lagi, hijau teduhnya
tetaplah sama

0026/2011
*
duduk ngangkang di becak
si abang ngaso
dengan ponsel bervideo

0025/2011
*
berkilauan bilah paha
sang nasabah kaya;
juru parkir, menelan ludah

0024/2011
*
di pekuburan, bagi orang-orang mati
pohon-pohon
boleh tumbuh merindang

0023/2011
*
tak ada lagi ratapi perang--
betapa rapi bunga-bunga rumput
nutupi kerak darah kering

0022/2011
*
seluruh embun
terpejam pulas segala mata
tenteram pula, debu jalan

0021/2011
*
lenggok lekuk penari legong
di halaman tetangga
pohon mangga

0020/2011
*
telat bangun bersubuh
sampai jam sebeginipun
Engkau tetap Tuhan yang kutahu

0019/2011
*
kepik kepinding penghuni kasur tua
ku tabik harus tidur
sesukamulah terus asyik bersuka

0018/2011
*
ceriut burung malam
akan pejam kedua mataku
merekapun saling bersalaman

0017/2011
*
lenalah pensil, pulaslah kertas
esok pagi lagi ya
jalan mencari hutan kayu

0016/2011
*
rimbun di tepi jalan kotaku
serumpun bambu
Gunung Wudan, nun di selatan

0015/2011
*
pukul dua dini hari
namun haiku-haiku dari hatiku
menarik jemari menari

0014/2011
*
santapan sengaja disimpankan
habiskan, demi mereka
mungkin tadi masih menginginkan

0013/2011
*
coklat sate dan kari
tak terlihat lagi
jejak hijau padang rumput

0012/2011
*
jambonnya tersesap tuntas
jadi sepia
kembang kertas setipis itu

0011/2011
*
ku kan ke luar
dinginkan dirimu
ya, kipas anginku

0010/2011
*
‘mama, merah ini mata
cuma kerna debu kemarau’
tersenyum mahfum, Bunda

0009/2011
*
lunglai melayu kembang
tak sengaja...
erat hangat genggamanku

0008/2011
*
hanya semusim bunga
keindahan itupun
berlalu dari pelukan

0007/2011
*
benderang neon komidi putar
ramai tenda judi dadu
di seberang kuburan kampung

0006/2011
*
‘aaassalaamu aleikumm’
kian panjang dan nyaring sesiang ini
pengemis di luar pagar

0005/2011
*
‘banyak rezeki, panjang umur, Nona’
merogoh cari recehan
serba salah oleh sebab doa

0004/2011
*
jendela lebar restoran
para pengemis cilik
serius menilik calon mangsa

0003/2011
*
tempatnya lumayan nyaman
dan cukup ramai
pengemis ambil posisi

0002/2011
*
seribu haiku dari Basho
dua puluh, Issa
si bodoh inipun sok meniru

0001/2011
::

Thursday, September 29, 2011

HAIKU-HAIKU MUSIM HUJAN

10.
kelabu gelap pantai
dikejar lidah ombak, kepiting tertinggal
berlari menuju liang

9.
dalam kabut derai hujan
beraneka warna
payung mengembang, mengambang

8.
tanah kering perlahan basah
di siang berubah mendung
pejalan riang bersenandung

7.
dengkung doa kodok--
kian dermawan
langit menumpahkan hujan

6.
banjir kecil--
meja makan, kain sarung:
sang kapten arungi samudera

5.
gelegar guruh sebelum hujan;
telaga tua
mengerjap lega

4.
ditimpa hujan runtuh
pori-poriku dan sumur
sama memekik riang

3.
luruh hujan pertama;
menggeliat bangun
sungai mati

2.
dedaun dipotongi buat payung:
pokok pohon pisang, bagai lilin
menggigil dingin dalam hujan

1.
cacing di ambang pintu:
tamu pertama
bersama banjir kecil

DUA HAIKU MEMANDANG KOTA DARI ATAS OJEK

1. (malam)

lanskap rekayasa cahaya
akan padam
bahkan sebelum pagi

2. (siang)

jalanan macet, terik, dan hiruk
di papan pamer
tetap menyeringai: pengincar kuasa

Monday, September 12, 2011

BAHAYA SASTRA

Lebih memperdaya dari wanita, harta dan tahta
adalah rayuan nikmat kata indah nan tertata.
Po Chu I dan Kamo no Chomei pun tak berdaya
apatah lagi pria malang ini yang hanya saya!
::
Hg::
::

---------------------------------------------------------------------------------
Keterangan:
Po Chu I (772 - 846) adalah salah seorang penyair besar Cina Klasik. Pernah menjadi pegawai Kekaisaran Cina, namun beberapa kali ia pernah diasingkan dari negerinya karena terang-terangan mengkritik kebijakan penguasa di masanya. Adapun Kamo No Chomei (1155?-1216) adalah penulis syair waka dan petapa Jepang. Jenuh oleh kedudukan dalam istana, ia memutuskan mengabaikan kehidupan duniawi dan meninggalkan ibu kota kekaisaran. Namun demikian, dalam kesendiriannya ia terus menulis dan membaca sajak-sajak. Pada masa akhir hidupnya ia menulis esai tentang sajak, Mumyosho.

Kedua penyair yang dididik dalam tradisi Budhis ini mengakui, meskipun telah memahami doktrin ilusi dan kehampaan dalam ajaran Budha, mereka tetap tak dapat menahan diri untuk menulis sajak-sajak.

Dalam tradisi Islam, Maulana Jalaluddin Rumi (1207-1273) seorang mahaguru sufi yanng menganut mahzab sunni-hanafiah dan taat kepada syariat, juga mengakui bahwa sebenarnya ia tidak begitu menghargai sajak-sajak. Namun ketika keadaan ekstasi mistis meliputinya, ia akan menari berputar-putar sembari membacakan sajak-sajaknya, yang dicatat oleh para muridnya. Ulama besar ini mewariskan kepada dunia, antara lain, dua kumpulan sajak Matsnawi (isinya 26.000 sajak) dan Diwan (terdiri dari lebih 35.000 bait sajak).

Saturday, September 10, 2011

HAIKU-HAIKU JALAN RAYA

1.
sang empu puas menilik karya
di tepian jalan raya
tukang pelat nomor kendaraan

2.
kembang kertas berduri
mekar menyala
di batas jalan raya

3.
gemuruh geram air bah
siap melanda—
lampu merah perempatan

4.
“tak berhak berbahagia”—
di pelataran toko
terkapar dihajar impian

5.
berjajar jajakan badan
para banci
depan pekuburan umum

6.
supir sangar asal tenggara
turut berdendang dian piesesha
anak lelap di pangkuannya

Friday, September 02, 2011

HAIKU-HAIKU PESISIR


1.
semakin dalam dan jauh
udang dan ikan; menjemput lampau:
Pulau Barrallompo

2.
bukan akar bakau,
goyah mencekau pantai:
kaki tetiang rumah

3.
empat belas ratus tahun
—lebih abadi dari si kura-kura—
hamparan sampah plastik

4.
bukan turis
bukan pula ikan duyung
penyelam lumpuh, dijemur terik

5.
dara di pesisir pulau—
lelampu kota, gemerlap menyihir
arus, rakus mengikis pantai

6.
disengat deduri matahari
dijilati tajam lidah laut
mengempis pulau

7.
padat oleng pulau
diombang gelombang, disenggol arus
--nganga rahang kota

SAJAK JALAN PAGI BERSAMA

  Pagi seputih seragam baru dan sesegar rambut basah para bocah ketika kita berjalan menyusur tembok yang mengendapkan waktu di perkampu...